NoNycH_weAsleY S.kom
Kamis, 24 November 2011
penerapan kemapuan membaca
1.
Membaca
a. Pengertian Membaca
Anderson dalam tarigan (1980:8) menyangkut linguistik menjelaskan bahwa membaca merupakan suatu proses penyandian kembali (rekonding process) dan proses pembacaan sandi (dekonding process). Aspek ini menghubungkan kata-kata tulis (written words) dengan makna bahasa lisan (oral languange meaning). Hal ini mencakup pengubahan tulisan atau cetakan menjadi bunyi yang bermakna.
Hudgson (1960:43) mengatakan membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan penulis melalui kata-kata dalam bahasa tulis.. Suatu proses yang menuntut pembaca agar dapat memahami kelompok katayang tertulis merupakan suatu kesatuan dan terlihat dalam suatu pandangan sekilas, dan makna kata-kata itu dapat diketahui secara tepat. Apabila hal ini dapat terpenuhi maka pesan yang tersurat dan yang tersirat dapat dipahami, sehingga proses membaca sudah terlaksana dengan baik.
Seseorang yang sedang membaca berarti ia sedang melakukan suatu kegiatan dalam bentuk berkomunikasi dengan diri sendiri melalui lambang tertulis. Makna bacaan tidak tidak terletak pada bahan tertulis saja, tetapi juga terletak pada pikiran pembaca itu sendiri. Dengan demikian makna bacaan bisa berubah-ubah tergantung pembaca dan pengalaman berbeda yang dimilikinya pada waktu membaca dan dipergunakannya untuk menafsirkan kata-kata tulis tersebut. Seorang pembaca yang baik adalah seorang yang dapat mengambil tanggapan mengenai bahasa (ide, stye, dan kematangan pengarang) dan pengertian dengan kecepatan yang lumayan (Gusnetti, 1997:13).
Soedarso (1991:4) menjelaskan kemampuan membaca yang baik merupakan hal yang sangat penting dalam suatu bacaan. Dalam hal ini guru mempunyai peranan yang sangat besar untuk mengembangkan serta meningkatkan kemampuan yang dibutuhkan dalam membaca. Usaha yang dapat dilakkan guru diantaranya (1) Dapat menolong para siswa untuk memperkaya kosakata mereka dengan jalan memperkenalkan sinonim kata-kata, antonim, imbuhan, dan menjelaskan arti suat kata abstrak dengan mempergunakan bahasa daerah atau bahasa ibu mereka, (2) dapat membantu para siswa untuk memahami makna struktur-struktur kata, kalimat dan disertai latihan seperlunya, (3) dapat meningkatkan kecepatan membaca para siswa dengan menyuruh mereka membaca dalam hati, menghindari gerakan bibir, dan menjelaskan tujuan membaca.
Seseorang yang dapat memahami suatu bacaan atau wacana, akan menemukan wujud skemata yang memberikan usulan yang memadai tentang suatu bacaan. Proses pemahaman suatu bacaan adalah menemukan konfigurasi skemata yang menawarkan uraian yang memadai tentang suatu bacaan. Sampai sekarang konsep skema merupakan jalan yang paling memberikan harapan dari sudut wacana pada umumnya. Karena skemata merupakan bagian dari penyajian pengetahuan latar, luasnya pengetahuan dan pengalaman pembaca merupakan salah satu dasar bagi kokohnya rancangan yang menggunakan konsep skema.
Tarigan (1980:18) mengatakan guru yang mau mengetahui kemampuan siswa tentang suatu bacaan dapat melakukannya dengan cara (1)Mengemukakan berbagai jenis pertanyaan, (2) mengemukakan pertanyaan yang jawabannnya dapat ditemukan oleh siswa secara kata demi kata (verbalim), (3) menyuruh siswa membuat rangkuman atau ikhtisar, (4) menanyakan ide pokok apa yang dibaca.
Be (1980:40) menjelaskan, kemampuan pemahaman yang diperlukan dalam membaca meliputi (1) memahami kosakata yang dipakai dalam bahasa umum dan dapat menyimpulkan artinya dalam konteksnya, (2)memahami bentuk-bentuk sintaksis dan ciri-ciri morfologi tertulis yang didapatkan dalam bacaan, (3) dapat mengambil kesimpulan dan tanggapan yang valid dari bahan yang dibaca.
Berdasarkan pernyataan di atas maka kemampuan membaca adalah bagaimana seseorang dapat memahami dengan baik apa pesan yang disampaikan dalam bacaan itu, sehingga informasi yang diserap dapat diungkapkan kembali dengan tepat, baik secara lisan maupun secara tulisan.
Abdullah (1990:2) mengungkapkan bahwa membaca adalah salah satu kegiatan aktif mencari informasi yang kita dapat dalam bacaan. Dengan sendirinya, kebiasaan-kebiasaan membaca akan membuka cakrawala berfikir dalam menghadapi suatu masalah. Dalam membaca, diharapkan pembaca memahami apa yang dibaca, sehingga tujuan yang ditetapkan dapat tercapai dengan baik.
a. Pengertian Membaca
Anderson dalam tarigan (1980:8) menyangkut linguistik menjelaskan bahwa membaca merupakan suatu proses penyandian kembali (rekonding process) dan proses pembacaan sandi (dekonding process). Aspek ini menghubungkan kata-kata tulis (written words) dengan makna bahasa lisan (oral languange meaning). Hal ini mencakup pengubahan tulisan atau cetakan menjadi bunyi yang bermakna.
Hudgson (1960:43) mengatakan membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan penulis melalui kata-kata dalam bahasa tulis.. Suatu proses yang menuntut pembaca agar dapat memahami kelompok katayang tertulis merupakan suatu kesatuan dan terlihat dalam suatu pandangan sekilas, dan makna kata-kata itu dapat diketahui secara tepat. Apabila hal ini dapat terpenuhi maka pesan yang tersurat dan yang tersirat dapat dipahami, sehingga proses membaca sudah terlaksana dengan baik.
Seseorang yang sedang membaca berarti ia sedang melakukan suatu kegiatan dalam bentuk berkomunikasi dengan diri sendiri melalui lambang tertulis. Makna bacaan tidak tidak terletak pada bahan tertulis saja, tetapi juga terletak pada pikiran pembaca itu sendiri. Dengan demikian makna bacaan bisa berubah-ubah tergantung pembaca dan pengalaman berbeda yang dimilikinya pada waktu membaca dan dipergunakannya untuk menafsirkan kata-kata tulis tersebut. Seorang pembaca yang baik adalah seorang yang dapat mengambil tanggapan mengenai bahasa (ide, stye, dan kematangan pengarang) dan pengertian dengan kecepatan yang lumayan (Gusnetti, 1997:13).
Soedarso (1991:4) menjelaskan kemampuan membaca yang baik merupakan hal yang sangat penting dalam suatu bacaan. Dalam hal ini guru mempunyai peranan yang sangat besar untuk mengembangkan serta meningkatkan kemampuan yang dibutuhkan dalam membaca. Usaha yang dapat dilakkan guru diantaranya (1) Dapat menolong para siswa untuk memperkaya kosakata mereka dengan jalan memperkenalkan sinonim kata-kata, antonim, imbuhan, dan menjelaskan arti suat kata abstrak dengan mempergunakan bahasa daerah atau bahasa ibu mereka, (2) dapat membantu para siswa untuk memahami makna struktur-struktur kata, kalimat dan disertai latihan seperlunya, (3) dapat meningkatkan kecepatan membaca para siswa dengan menyuruh mereka membaca dalam hati, menghindari gerakan bibir, dan menjelaskan tujuan membaca.
Seseorang yang dapat memahami suatu bacaan atau wacana, akan menemukan wujud skemata yang memberikan usulan yang memadai tentang suatu bacaan. Proses pemahaman suatu bacaan adalah menemukan konfigurasi skemata yang menawarkan uraian yang memadai tentang suatu bacaan. Sampai sekarang konsep skema merupakan jalan yang paling memberikan harapan dari sudut wacana pada umumnya. Karena skemata merupakan bagian dari penyajian pengetahuan latar, luasnya pengetahuan dan pengalaman pembaca merupakan salah satu dasar bagi kokohnya rancangan yang menggunakan konsep skema.
Tarigan (1980:18) mengatakan guru yang mau mengetahui kemampuan siswa tentang suatu bacaan dapat melakukannya dengan cara (1)Mengemukakan berbagai jenis pertanyaan, (2) mengemukakan pertanyaan yang jawabannnya dapat ditemukan oleh siswa secara kata demi kata (verbalim), (3) menyuruh siswa membuat rangkuman atau ikhtisar, (4) menanyakan ide pokok apa yang dibaca.
Be (1980:40) menjelaskan, kemampuan pemahaman yang diperlukan dalam membaca meliputi (1) memahami kosakata yang dipakai dalam bahasa umum dan dapat menyimpulkan artinya dalam konteksnya, (2)memahami bentuk-bentuk sintaksis dan ciri-ciri morfologi tertulis yang didapatkan dalam bacaan, (3) dapat mengambil kesimpulan dan tanggapan yang valid dari bahan yang dibaca.
Berdasarkan pernyataan di atas maka kemampuan membaca adalah bagaimana seseorang dapat memahami dengan baik apa pesan yang disampaikan dalam bacaan itu, sehingga informasi yang diserap dapat diungkapkan kembali dengan tepat, baik secara lisan maupun secara tulisan.
Abdullah (1990:2) mengungkapkan bahwa membaca adalah salah satu kegiatan aktif mencari informasi yang kita dapat dalam bacaan. Dengan sendirinya, kebiasaan-kebiasaan membaca akan membuka cakrawala berfikir dalam menghadapi suatu masalah. Dalam membaca, diharapkan pembaca memahami apa yang dibaca, sehingga tujuan yang ditetapkan dapat tercapai dengan baik.
b.
Unsur-unsur yang Terkandung dalam Membaca
Abdullah (1990:2) mengatakan:
Unsur-unsur kemampuan membaca dapat ditelusuri dari pengertian membaca yang telah dikemukakan. Pertama, karena membaca itu merupakan interaksi dengan bahasa yang telah diubah menjadi cetakan, maka kemampuan memahami lambang-lambang bunyi merupakan penentu utama keberhasilan membaca. Kedua, karena hasil interaksi dengan bahasa cetak itu merupakan pemahaman, maka kemampuan memaknai susunan lambang-lambang bunyi juga merupakan unsur penentu keberhasilan membaca. Ketiga, karena kemampuan membaca itu berhubungan erat dengan kemampuan berbahasa lisan, maka unsur-unsur kemampuan fisik, misalnya kemampuan mata dan kemampuan mengendalikan gerak bibir juga mempengaruhi keberhasilan membaca. Keempat, karena membaca itu merupakan proses aktif dan berlanjut yang dipengaruhi langsung oleh interaksi seseorang dengan lingkungannya, maka keberhasilan membaca juga dipengaruhi oleh unsur kecerdasan serta pengalaman membaca yang dimiliki.
Abdullah (1990:2) mengatakan:
Unsur-unsur kemampuan membaca dapat ditelusuri dari pengertian membaca yang telah dikemukakan. Pertama, karena membaca itu merupakan interaksi dengan bahasa yang telah diubah menjadi cetakan, maka kemampuan memahami lambang-lambang bunyi merupakan penentu utama keberhasilan membaca. Kedua, karena hasil interaksi dengan bahasa cetak itu merupakan pemahaman, maka kemampuan memaknai susunan lambang-lambang bunyi juga merupakan unsur penentu keberhasilan membaca. Ketiga, karena kemampuan membaca itu berhubungan erat dengan kemampuan berbahasa lisan, maka unsur-unsur kemampuan fisik, misalnya kemampuan mata dan kemampuan mengendalikan gerak bibir juga mempengaruhi keberhasilan membaca. Keempat, karena membaca itu merupakan proses aktif dan berlanjut yang dipengaruhi langsung oleh interaksi seseorang dengan lingkungannya, maka keberhasilan membaca juga dipengaruhi oleh unsur kecerdasan serta pengalaman membaca yang dimiliki.
c.
Jenis-jenis Membaca
Bermacam-macam kelakuan dan tujuan manusia dalam membaca, semua tergantung kepada niat dan sikap dari si pembaca. Dalam hal ini ada 2 jenis membaca yang didasarkan kepada tingkat dan kemauan berdasarkan kepada tujuan dan kecepatan.
1) Membaca Berdasarkan Tingkatannya
Agustina (1990:10) membagi membaca menjadi 4 jenis, yaitu membaca permulaan, membaca inspeksional, membaca analitis, dan membaca sintopikal. Lebih lanjut jenis membaca tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
a.) Membaca Permulaan
Membaca permulaan dianggap sebagai membaca tingkat dasar. Ini lebih mengutamakan kegiatan jasmani atau fisik. Kesanggupan menyuarakan lambang-lambang bahasa tulis serta menangkap makna yang berada dibalik lambang-lambang tersebut adalah sebahagian kegiatan yang dilakukannya.
Bermacam-macam kelakuan dan tujuan manusia dalam membaca, semua tergantung kepada niat dan sikap dari si pembaca. Dalam hal ini ada 2 jenis membaca yang didasarkan kepada tingkat dan kemauan berdasarkan kepada tujuan dan kecepatan.
1) Membaca Berdasarkan Tingkatannya
Agustina (1990:10) membagi membaca menjadi 4 jenis, yaitu membaca permulaan, membaca inspeksional, membaca analitis, dan membaca sintopikal. Lebih lanjut jenis membaca tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
a.) Membaca Permulaan
Membaca permulaan dianggap sebagai membaca tingkat dasar. Ini lebih mengutamakan kegiatan jasmani atau fisik. Kesanggupan menyuarakan lambang-lambang bahasa tulis serta menangkap makna yang berada dibalik lambang-lambang tersebut adalah sebahagian kegiatan yang dilakukannya.
b.)
Membaca Inspeksional
Membaca inspeksional berkaitan dengan masalah waktu yang tersedia untuk membaca. Pembaca hanya mempunyai waktu yang relatif singkat, sedangkan pembaca harus menyelesaikan.
c.) Membaca Analitis
Membaca analitis bukan hanya sekedar menyuarakan lambang bahasa dan menangkap makna yang berada dibalik lambang itu saja, tetapi lebih dari itu, kegiatan mental setelah kegiatan jasmani pada pembaca jenis ini sangat diperlukan. Karena membaca analitis merupakan membaca lengkap, baik dan sempurna yang dilakukan dalam waktu yang tidak terbatas dengan tujuan menganalisa tentang bacaan yang dibaca.
d.) Membaca Sintopikal
Membaca sintopikal ini menuntut pembaca untuk mempunyai waktu lebih banyak lagi, karena dalam membaca sintopikal pembaca harus menganalisis lebih dari 1 buku.
Dari keempat jenis tingkatan membaca di atas, membaca sintopikal-lah yang paling berat dan melelahkan. Namun membaca sintopikal atau membaca perbandingan ini memungkinkan pembaca memperoleh kepuasan, karena banyak informasi yang dapat diperoleh dengan membaca pada tingkatan ini.
Membaca inspeksional berkaitan dengan masalah waktu yang tersedia untuk membaca. Pembaca hanya mempunyai waktu yang relatif singkat, sedangkan pembaca harus menyelesaikan.
c.) Membaca Analitis
Membaca analitis bukan hanya sekedar menyuarakan lambang bahasa dan menangkap makna yang berada dibalik lambang itu saja, tetapi lebih dari itu, kegiatan mental setelah kegiatan jasmani pada pembaca jenis ini sangat diperlukan. Karena membaca analitis merupakan membaca lengkap, baik dan sempurna yang dilakukan dalam waktu yang tidak terbatas dengan tujuan menganalisa tentang bacaan yang dibaca.
d.) Membaca Sintopikal
Membaca sintopikal ini menuntut pembaca untuk mempunyai waktu lebih banyak lagi, karena dalam membaca sintopikal pembaca harus menganalisis lebih dari 1 buku.
Dari keempat jenis tingkatan membaca di atas, membaca sintopikal-lah yang paling berat dan melelahkan. Namun membaca sintopikal atau membaca perbandingan ini memungkinkan pembaca memperoleh kepuasan, karena banyak informasi yang dapat diperoleh dengan membaca pada tingkatan ini.
2)
Membaca Berdasarkan Kecepatan dan Tujuannya
Gani dan Semi (1976:4) membagi membaca ke dalam 4 jenis, yaitu; membaca kilat (skimming), membaca cepat (speed reading), membaca studi (careful reading), dan membaca reflektiv (reflektive reading).
a.) Membaca Kilat (skimming)
Membaca kilat (skimming) merupaka salah satu cara membaca yang lebih mengutamakan penangkapan esensi materi bacaan, tanpa membaca keseluruhan dari materi bacaan tersebut. Untuk membaca kilat diperlukan keterampilan yang dapat menentukan bagian-bagian bacaan yang mengandung ide atau pikiran pokok.
Tujuan membaca kilat adalah menangkap seperangkat ide pokok, mendapatkan informasi yang penting dalam waktu singkat atau terbatas, dan menemukan suatu pandangan atau sikap penulis.
b.) Membaca Cepat (speed reading)
Membaca cepat adalah membaca yang dilakukan dengan kecepatan yang sangat tinggi. Biasanya dengan membaca kalimat demi kalimat dan paragaraf tetapi tidak membaca kata demi kata.
Tujuannya adalah untuk memperoleh informasi, gagasan utama, dan penjelasan dari suatu bacaan dalam waktu yang singkat.
c.) Membaca Studi (careful reading)
Membaca studi dilakukan untuk memahami, mempelajari, dan meneliti suatu persoalan, kadang-kadang dituntut pula untuk menghadapkannya dalam ingatan. Untuk keperluan ini, membaca harus dilaksanakan dengan kecepatan yang agak rendah. Ciri-ciri pembaca yang baik dan efesien yaitu mempunyai kebiasaan yang baik dalam membaca, betul-betul mengerti tentang apa yang dibaca, sehabis membaca dapat mengingat sebahagian besar pokok-pokok bacaan, dan dapat membaca dengan kecepatan yang terkontrol (Al-Falasay dan Naif, 1985:25).
d.) Membaca Reflektiv (reflektive reading)
Membaca reflektiv adalah membaca untuk menangkap informasi dengan terperinci dan kemudian melahirkannya kembali atau melaksanakannya dengan tepat sesuai dengan keterangan yang diperoleh.
Biasanya membaca reflektiv dilakukan dengan tuntutan petunjuk tentang percobaan di labor, petunjuk yang memerlukan tindakan pembaca. Disamping itu juga dilaksanakan atau ditujukan untuk merefleksikan suatu bacaan, membaca untuk kesenangan dan membaca estetis.
Gani dan Semi (1976:4) membagi membaca ke dalam 4 jenis, yaitu; membaca kilat (skimming), membaca cepat (speed reading), membaca studi (careful reading), dan membaca reflektiv (reflektive reading).
a.) Membaca Kilat (skimming)
Membaca kilat (skimming) merupaka salah satu cara membaca yang lebih mengutamakan penangkapan esensi materi bacaan, tanpa membaca keseluruhan dari materi bacaan tersebut. Untuk membaca kilat diperlukan keterampilan yang dapat menentukan bagian-bagian bacaan yang mengandung ide atau pikiran pokok.
Tujuan membaca kilat adalah menangkap seperangkat ide pokok, mendapatkan informasi yang penting dalam waktu singkat atau terbatas, dan menemukan suatu pandangan atau sikap penulis.
b.) Membaca Cepat (speed reading)
Membaca cepat adalah membaca yang dilakukan dengan kecepatan yang sangat tinggi. Biasanya dengan membaca kalimat demi kalimat dan paragaraf tetapi tidak membaca kata demi kata.
Tujuannya adalah untuk memperoleh informasi, gagasan utama, dan penjelasan dari suatu bacaan dalam waktu yang singkat.
c.) Membaca Studi (careful reading)
Membaca studi dilakukan untuk memahami, mempelajari, dan meneliti suatu persoalan, kadang-kadang dituntut pula untuk menghadapkannya dalam ingatan. Untuk keperluan ini, membaca harus dilaksanakan dengan kecepatan yang agak rendah. Ciri-ciri pembaca yang baik dan efesien yaitu mempunyai kebiasaan yang baik dalam membaca, betul-betul mengerti tentang apa yang dibaca, sehabis membaca dapat mengingat sebahagian besar pokok-pokok bacaan, dan dapat membaca dengan kecepatan yang terkontrol (Al-Falasay dan Naif, 1985:25).
d.) Membaca Reflektiv (reflektive reading)
Membaca reflektiv adalah membaca untuk menangkap informasi dengan terperinci dan kemudian melahirkannya kembali atau melaksanakannya dengan tepat sesuai dengan keterangan yang diperoleh.
Biasanya membaca reflektiv dilakukan dengan tuntutan petunjuk tentang percobaan di labor, petunjuk yang memerlukan tindakan pembaca. Disamping itu juga dilaksanakan atau ditujukan untuk merefleksikan suatu bacaan, membaca untuk kesenangan dan membaca estetis.
2.
Membaca Cepat
a. Pengertian Membaca Cepat
Nurhadi ( 1987:31-32) menyatakan “membaca cepat dan efektif ialah jenis membaca yang mengutamakan kecepatan, dengan tidak meninggalkan pemahaman terhadap aspek bacaannya”.
Muchlisoh (1992:149) mengatakan bahwa:
Membaca cepat bukan berarti jenis membaca yang ingin memperoleh jumlah bacaan atau halaman yang banyak dalam waktu yang singkat. Pelajaran ini diberikan dengan tujuan agar siswa sekolah dasar dalam waktu yang singkat dapat membaca secara lancar dan dapat memahami isinya secara tepat dan cermat. Jenis membaca ini dilaksanakan tanpa suara.
a. Pengertian Membaca Cepat
Nurhadi ( 1987:31-32) menyatakan “membaca cepat dan efektif ialah jenis membaca yang mengutamakan kecepatan, dengan tidak meninggalkan pemahaman terhadap aspek bacaannya”.
Muchlisoh (1992:149) mengatakan bahwa:
Membaca cepat bukan berarti jenis membaca yang ingin memperoleh jumlah bacaan atau halaman yang banyak dalam waktu yang singkat. Pelajaran ini diberikan dengan tujuan agar siswa sekolah dasar dalam waktu yang singkat dapat membaca secara lancar dan dapat memahami isinya secara tepat dan cermat. Jenis membaca ini dilaksanakan tanpa suara.
Berbeda
dengan pendapat-pendapat sebelumnya, Supriyadi (1995:128) mengatakan bahwa
“membaca cepat adalah jenis membaca yang mengutamakan kecepatan mata dalam
membaca”.
Saleh Abbas (2006:108) menyatakan “membaca cepat adalah membaca sekejap mata, selayang pandang. Tujuannya adalah dalam waktu yang singkat pembaca memperoleh informasi secara cepat dan tepat”.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa membaca cepat adalah jenis membaca yang mengutamakan kecepatan dengan menggunakan gerakan mata dan dilakukan tanpa suara yang bertujuan untuk memperoleh informasi secara tepat dan cermat dalam waktu singkat.
Saleh Abbas (2006:108) menyatakan “membaca cepat adalah membaca sekejap mata, selayang pandang. Tujuannya adalah dalam waktu yang singkat pembaca memperoleh informasi secara cepat dan tepat”.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa membaca cepat adalah jenis membaca yang mengutamakan kecepatan dengan menggunakan gerakan mata dan dilakukan tanpa suara yang bertujuan untuk memperoleh informasi secara tepat dan cermat dalam waktu singkat.
b.
Pemahaman dalam Membaca Cepat
Dalam membaca cepat terkandung pemahaman yang cepat pula. Bahkan pemahaman inilah yang menjadi pangkal tolak pembahasan, bukannya kecepatan. Akan tetapi, bukan berarti membaca lambat akan meningkatkan pemahaman. Bahkan orang orang yang biasa membaca lambat untuk mengerti suatu bacaan akan dapat mengambil manfaat yang besar dengan membaca cepat. Seorang pembaca yang baik akan mengatur kecepatan dan memilih jalan terbaik untuk mencapai tujuannya. Kecepatan membaca sangat tergantung pada bahan dan tujuan membaca, serta sejauh mana keakraban dengan bahan bacaan. Kecepatan membaca harus seiring dengan kecepatan memahami bahan bacaan.
Supriyadi (1995:127) menyatakan “keterampilan membaca yang sesungguhnya bukan hanya sekedar kemampuan menyuarakan lambang tertulis dengan sebaik-baiknya namun lebih jauh itu adalah kemampuan memahami dari apa yang tertulis dengan tepat dan cepat”.
“Seorang pembaca cepat tidak berarti menerapkan kecepatan membaca itu pada setiap keadaan, suasana, dan jenis bacaan yang dihadapinya”(Nurhadi, 1987:32).
Soedarso (1988:18) mengatakan “kecepatan membacapun harus fleksibel. Artinya, kecepatan tidak harus selalu sama. Adakalanya kecepatan itu diperlambat. Hal itu tergantung pada bahan dan tujuan kita membaca”.
Supriyadi (1995:142) menyatakan “bahan bacaan untuk pelajaran membaca cepat hendaknya bahan bacaan yang pernah dibaca atau bahan bacaan yang diperkirakan dekat dan akrab dengan kehidupan pembaca”.
Pembaca yang efektif dan efesien mempunyai kecepatan bermacam-macam. Sadar akan berbagai tujuan, tingkat kesulitan bahan bacaan, serta keperluan membacanya saat itu. Karena kesadaran itu akan sangat berpengaruh terhadap tingkat pemahaman terhadap isi bacaan.
Dalam membaca cepat terkandung pemahaman yang cepat pula. Bahkan pemahaman inilah yang menjadi pangkal tolak pembahasan, bukannya kecepatan. Akan tetapi, bukan berarti membaca lambat akan meningkatkan pemahaman. Bahkan orang orang yang biasa membaca lambat untuk mengerti suatu bacaan akan dapat mengambil manfaat yang besar dengan membaca cepat. Seorang pembaca yang baik akan mengatur kecepatan dan memilih jalan terbaik untuk mencapai tujuannya. Kecepatan membaca sangat tergantung pada bahan dan tujuan membaca, serta sejauh mana keakraban dengan bahan bacaan. Kecepatan membaca harus seiring dengan kecepatan memahami bahan bacaan.
Supriyadi (1995:127) menyatakan “keterampilan membaca yang sesungguhnya bukan hanya sekedar kemampuan menyuarakan lambang tertulis dengan sebaik-baiknya namun lebih jauh itu adalah kemampuan memahami dari apa yang tertulis dengan tepat dan cepat”.
“Seorang pembaca cepat tidak berarti menerapkan kecepatan membaca itu pada setiap keadaan, suasana, dan jenis bacaan yang dihadapinya”(Nurhadi, 1987:32).
Soedarso (1988:18) mengatakan “kecepatan membacapun harus fleksibel. Artinya, kecepatan tidak harus selalu sama. Adakalanya kecepatan itu diperlambat. Hal itu tergantung pada bahan dan tujuan kita membaca”.
Supriyadi (1995:142) menyatakan “bahan bacaan untuk pelajaran membaca cepat hendaknya bahan bacaan yang pernah dibaca atau bahan bacaan yang diperkirakan dekat dan akrab dengan kehidupan pembaca”.
Pembaca yang efektif dan efesien mempunyai kecepatan bermacam-macam. Sadar akan berbagai tujuan, tingkat kesulitan bahan bacaan, serta keperluan membacanya saat itu. Karena kesadaran itu akan sangat berpengaruh terhadap tingkat pemahaman terhadap isi bacaan.
c.
Kegunaan Membaca Cepat
Depdikbud (2005:7) mengatakan:
Ada berbagai kegunaan yang terkandung dari kemampuan membaca cepat, diantaranya adalah (1) membaca cepat menghemat waktu, (2) membaca cepat menciptakan efesiensi, (3) semakin sedikit waktu yang diperlukan untuk melakukan hal-hal rutin, maka semakin banyak waktu yang tersediauntuk mengerjakan hal penting lainnya, (4) membaca cepat memiliki nilai yang menyenangkan/ menghibur, (5) membaca cepat memperluas cakrawala mental, (6) membaca cepat membantu berbicara secara efektif, (7) membaca cepat membantu dalam menghadapi ujian, (8) membaca cepat meningkatkan pemahaman, (9) membaca cepat menjamin untuk selalu mutakhir, dan (10) membaca cepat dapat dikatakan sebagai tonikum mental.
Depdikbud (2005:7) mengatakan:
Ada berbagai kegunaan yang terkandung dari kemampuan membaca cepat, diantaranya adalah (1) membaca cepat menghemat waktu, (2) membaca cepat menciptakan efesiensi, (3) semakin sedikit waktu yang diperlukan untuk melakukan hal-hal rutin, maka semakin banyak waktu yang tersediauntuk mengerjakan hal penting lainnya, (4) membaca cepat memiliki nilai yang menyenangkan/ menghibur, (5) membaca cepat memperluas cakrawala mental, (6) membaca cepat membantu berbicara secara efektif, (7) membaca cepat membantu dalam menghadapi ujian, (8) membaca cepat meningkatkan pemahaman, (9) membaca cepat menjamin untuk selalu mutakhir, dan (10) membaca cepat dapat dikatakan sebagai tonikum mental.
d.
Penghambat Kecepatan Membaca
Depdikbud (2005:26) mengemukan:
Beberapa kebiasaan umum negatif yang lumrah terdapat pada pembaca yang biasa ataupun pembaca yang lambat, hal itu antara lain (1) meneliti materi bacaan secara berlebihan dan melakukan subvokalisasi, (2) tidak berusaha mengurangi gangguan waktu dan interupsi, dan (3) membiarkan stress mengganggu disaan pembaca dihadapkan pada materi bacaan yang terlampau banyak ataupun membiarkan adanya kesulitan fisik lainnya yang berkaitan dengan membaca, seperti dyslexia.
Depdikbud (2005:26) mengemukan:
Beberapa kebiasaan umum negatif yang lumrah terdapat pada pembaca yang biasa ataupun pembaca yang lambat, hal itu antara lain (1) meneliti materi bacaan secara berlebihan dan melakukan subvokalisasi, (2) tidak berusaha mengurangi gangguan waktu dan interupsi, dan (3) membiarkan stress mengganggu disaan pembaca dihadapkan pada materi bacaan yang terlampau banyak ataupun membiarkan adanya kesulitan fisik lainnya yang berkaitan dengan membaca, seperti dyslexia.
e.
Kebiasaan Positif yang Dapat Menunjang Peningkatan Membaca Cepat
Depdikbud (2005:26) mengemukakan bahwa “kebiasaan positif yang harus dikembangkan atau perkuat dalam membaca antara lain (1) meningkatkan motivasi, (2) meningkatkan konsentrasi, (3) meningkatkan daya ingat dan daya panggil ulang, (4) meningkatkan pemahaman.”
f. Peningkatan Kemampuan Membaca Cepat
Kemampuan membaca cepat bukanlah kemampuan yang diperoleh karena bakat, karena “membaca cepat adalah sebuah keterampilan” (Nurhadi, 2004:26). Seirama dengan itu Depdikbud (2005:5) menyatakan bahwa:
Membaca cepat adalah sebuah keterampilan. Keberhasilan anda dalam menguasai teknik ini sangat bergantung pada sikap anda sendiri, tingkat keseriusan anda, dan kesiapan untuk mencoba melatihkan teknik tersebut. Untuk itu anda harus; 1) berkeinginan untuk memperbaiki; 2) merasa yakin bahwa anda akan dapat melakukan hal itu.
Depdikbud (2005:26) mengemukakan bahwa “kebiasaan positif yang harus dikembangkan atau perkuat dalam membaca antara lain (1) meningkatkan motivasi, (2) meningkatkan konsentrasi, (3) meningkatkan daya ingat dan daya panggil ulang, (4) meningkatkan pemahaman.”
f. Peningkatan Kemampuan Membaca Cepat
Kemampuan membaca cepat bukanlah kemampuan yang diperoleh karena bakat, karena “membaca cepat adalah sebuah keterampilan” (Nurhadi, 2004:26). Seirama dengan itu Depdikbud (2005:5) menyatakan bahwa:
Membaca cepat adalah sebuah keterampilan. Keberhasilan anda dalam menguasai teknik ini sangat bergantung pada sikap anda sendiri, tingkat keseriusan anda, dan kesiapan untuk mencoba melatihkan teknik tersebut. Untuk itu anda harus; 1) berkeinginan untuk memperbaiki; 2) merasa yakin bahwa anda akan dapat melakukan hal itu.
Berdasarkan
pernyataan di atas maka usaha peningkatan kemampuan kemampuan membaca cepat
membutuhkan seragkaian latihan secara bertahap yang dirancang unuk
menghilangkan kebiasaan negatif dalam membaca dan sekaligus menonjolkan
positifnya.
Depdikbud (2005:26) mengungkapkan:
Ada beberapa upaya untuk meningkatkan kemampuan membaca cepat seseorang. Beberapa upaya tersebut adalah (1) mengurangi subvokalisasi, (2) mengurangi kebiasaan menunda dan interupsi, (3) mengurangi stres, (4) meningkatkan konsentrasi, (5) meningkatkan daya ingat dan daya panggil ulang, (6) menggunakan pola pemanggilan ulang.
Depdikbud (2005:26) mengungkapkan:
Ada beberapa upaya untuk meningkatkan kemampuan membaca cepat seseorang. Beberapa upaya tersebut adalah (1) mengurangi subvokalisasi, (2) mengurangi kebiasaan menunda dan interupsi, (3) mengurangi stres, (4) meningkatkan konsentrasi, (5) meningkatkan daya ingat dan daya panggil ulang, (6) menggunakan pola pemanggilan ulang.
Oleh
karena itu, untuk meningkatkan kemampuan membaca cepat, seseorang memerlukan
latihan dengan menerapkan berbagai metode pendukung. Salah satu metode yang
dapat mendukung upaya kearah peningkatan kemampuan membaca cepat adalah dengan
menerapkan metode speed reading.
3.
Metode Speed Reading
a. Pengertian Speed Reading
Soedarso, Speed Reading (Gramedia, cet. 11,2004) mengatakan “metode speed reading merupakan semacam latihan untuk mengelola secara cepat proses penerimaan informasi”. Seseorang akan dituntut untuk membedakan informasi yang diperlukan atau tidak. Informasi itu kemudian disimpan dalam otak.
Speed reading juga merupakan keterampilan yang harus dipelajari agar mampu membaca lebih cepat sekaligus memahami semua yang terkandung di dalam bacaan yang bersangkutan. Tidak ada orang yang dapat membaca cepat karena bakat. Maka itu harus dipahami bahwa membaca cepat bukanlah melulu cepat memecah kode dan segera menyelesaikan sebuah buku. Membaca cepat adalah bagaimana kita dapat membaca dengan pemahaman yang lebih baik dalam waktu lebih cepat serta mengingatnya dengan baik pula. Bersamaan dengan hal tersebut di atas Supriyadi (1995:127) menyatakan “keterampilan membaca yang sesungguhnya bukan hanya sekedar kemampuan menyuarakan lambang tertulis dengan sebaik-baiknya namun lebih jauh adalah kemampuan memahami dari apa yang tertulis dengan tepat dan cepat”.
Dengan menggunakan teknik speed reading para siswa diharapkan dapat lebih efesien dalam menggunakan waktu dalam belajar. Data survey menunjukkan bahwa lima dari empat puluh siswa yang telah mampu menggunakan pola speed reading dapat memahami suatu bacaan dengan sama baiknya dengan siswa yang belum menguasai speed reading. Dengan pola pelatihan yang kontiniu diharapkan para siswa dapat membaca dengan kecepatan hingga 800 kata per menit tanpa menghilangkan makna bacaan.
a. Pengertian Speed Reading
Soedarso, Speed Reading (Gramedia, cet. 11,2004) mengatakan “metode speed reading merupakan semacam latihan untuk mengelola secara cepat proses penerimaan informasi”. Seseorang akan dituntut untuk membedakan informasi yang diperlukan atau tidak. Informasi itu kemudian disimpan dalam otak.
Speed reading juga merupakan keterampilan yang harus dipelajari agar mampu membaca lebih cepat sekaligus memahami semua yang terkandung di dalam bacaan yang bersangkutan. Tidak ada orang yang dapat membaca cepat karena bakat. Maka itu harus dipahami bahwa membaca cepat bukanlah melulu cepat memecah kode dan segera menyelesaikan sebuah buku. Membaca cepat adalah bagaimana kita dapat membaca dengan pemahaman yang lebih baik dalam waktu lebih cepat serta mengingatnya dengan baik pula. Bersamaan dengan hal tersebut di atas Supriyadi (1995:127) menyatakan “keterampilan membaca yang sesungguhnya bukan hanya sekedar kemampuan menyuarakan lambang tertulis dengan sebaik-baiknya namun lebih jauh adalah kemampuan memahami dari apa yang tertulis dengan tepat dan cepat”.
Dengan menggunakan teknik speed reading para siswa diharapkan dapat lebih efesien dalam menggunakan waktu dalam belajar. Data survey menunjukkan bahwa lima dari empat puluh siswa yang telah mampu menggunakan pola speed reading dapat memahami suatu bacaan dengan sama baiknya dengan siswa yang belum menguasai speed reading. Dengan pola pelatihan yang kontiniu diharapkan para siswa dapat membaca dengan kecepatan hingga 800 kata per menit tanpa menghilangkan makna bacaan.
b.
Langkah-langkah Speed Reading
Nurhadi (2004:26) menyatakan “membaca cepat dapat dilakukan dengan cara (1) persiapkan pencatat waktu (arloji), perhatikan pada saat anda mulai membaca, (2) hitung berapa lama (menit) anda menyelesaikan teks tersebut; kemudian, (3) dengan jumlah lama waktu itu (…menit,…detik) lihatlah kedalam tabel kecepatan membaca”..
Format Daftar Kecepatan Membaca
Waktu mulai : …menit…detik
Waktu berakhir : …menit…detik
Lama/Waktu Kecepatan
1 menit 00 detik
… 600 kata/menit
…
Nurhadi (2004: 19-21)
Widodo Santoso dalam MUTU Vol. IV No. 03 Edisi Oktober-Desember 1995:42 menyatakan langkah-langkah latihan kecepatan membaca adalah:
1.) Siswa secara klasikal diberi bacaan (wacana) yang sama.
2.) Bagi siswa kelas I dan II tugas membaca bergantian tiap siswa, dan bagi siswa kelas III sampai dengan VI membaca dalam hati/pemahaman secara bersama.
3.) Masing-masing siswa menghitung jumlah kata yang telah dibaca selama batas waktu yang telah ditetapkan. Jika dikhawatirkan siswa tidak jujur, dapat diadakan tanya jawab tentang isi wacana atau kalimat terakhir yang dibacanya.
4.) Menghitung rata-rata jumlah kata yang telah dibaca masing-masing siswa dalam setiap menit.
5.) Guru membuat tabel kecepatan membaca dan siswa menuliskan banyaknya kata setiap latihan.
Tabel Kecepatan Membaca
No. Nama Murid Banyak kata yang dibaca selama 1 menit Rata-rata tiap menit
1
2
3
Nurhadi (2004:26) menyatakan “membaca cepat dapat dilakukan dengan cara (1) persiapkan pencatat waktu (arloji), perhatikan pada saat anda mulai membaca, (2) hitung berapa lama (menit) anda menyelesaikan teks tersebut; kemudian, (3) dengan jumlah lama waktu itu (…menit,…detik) lihatlah kedalam tabel kecepatan membaca”..
Format Daftar Kecepatan Membaca
Waktu mulai : …menit…detik
Waktu berakhir : …menit…detik
Lama/Waktu Kecepatan
1 menit 00 detik
… 600 kata/menit
…
Nurhadi (2004: 19-21)
Widodo Santoso dalam MUTU Vol. IV No. 03 Edisi Oktober-Desember 1995:42 menyatakan langkah-langkah latihan kecepatan membaca adalah:
1.) Siswa secara klasikal diberi bacaan (wacana) yang sama.
2.) Bagi siswa kelas I dan II tugas membaca bergantian tiap siswa, dan bagi siswa kelas III sampai dengan VI membaca dalam hati/pemahaman secara bersama.
3.) Masing-masing siswa menghitung jumlah kata yang telah dibaca selama batas waktu yang telah ditetapkan. Jika dikhawatirkan siswa tidak jujur, dapat diadakan tanya jawab tentang isi wacana atau kalimat terakhir yang dibacanya.
4.) Menghitung rata-rata jumlah kata yang telah dibaca masing-masing siswa dalam setiap menit.
5.) Guru membuat tabel kecepatan membaca dan siswa menuliskan banyaknya kata setiap latihan.
Tabel Kecepatan Membaca
No. Nama Murid Banyak kata yang dibaca selama 1 menit Rata-rata tiap menit
1
2
3
Widodo
Santoso dalam MUTU Vol. IV No. 03 Edisi Oktober-Desember 1995:42.
4.
Pengajaran Membaca Cepat dengan Menggunakan Metode Speed Reading
a. Perencanaan Pengajaran Membaca Cepat dengan Menggunakan Metode Speed Reading
Sebelum melaksanakan proses belajar mengajar suatu pokok bahasan tertentu, guru dituntut untuk membuat perencanaan pengajaran (Supriyadi, 1995:159). Semakin baik perencanaan yang dibuat, semakin mudah pelaksanaan pengajarannya sehingga semakin tinggi hasil belajar mengajar yang dicapai.
Perencanaan pengajaran yang dipersiapkan guru dituangkan dalam wujud satuan pelajaran (satpel) yang sepenuhnya berpedoman kepada GBPP (Garis-garis Besar Program Pengajaran) (Supriyadi, 1995:162). Apabila pernyataan tersebut kita sesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sekarang, maka perencaan pengajaran yang dipersiakan guru dituangkan dalam wujud rencana pelaksanaan pengajaran (RPP) yang sepenuhnya berpedoman kepada kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) yang telah ditetapkan oleh badan standar nasional pendidikan (BSNP). Dalam KTSP sudah dicantumkan kolom-kolom yang memuat informasi: standar kompetensi dan kompetensi dasar, program (kelas, semester).
Melihat wujud kurikulum yang demikian, terdapat pokok-pokok masalah yang perlu diperhatikan guru dalam merencanakan persiapan mengajarnya, yaitu:
1.) bagaimana menjabarkan tujuan yang masih bersifat umum tersebut (standar kompetensi dan kompetensi dasar) ke dalam rumusan yang lebih operasional, jelas dan sederhana (indikator)?,
2.) bagaimana menetapkan sumber dan bahan pengajaran (pokok bahasan) beserta uraiannya?,
3.) bagaimana menetapkan teknik atau metode kegiatan belajar mengajar yang akan ditempuh untuk mencapai tujuan tersebut?,
4.) bagaimana menetapkan langkah-langkah kegiatan belajar mengajar yang akan ditempuh untuk mencapai tujuan tersebut?,
5.) bagaimana bentuk evaluasi yang akan dikembangkan untuk mengukur tingkat pencapaian tujuan di atas?.
a. Perencanaan Pengajaran Membaca Cepat dengan Menggunakan Metode Speed Reading
Sebelum melaksanakan proses belajar mengajar suatu pokok bahasan tertentu, guru dituntut untuk membuat perencanaan pengajaran (Supriyadi, 1995:159). Semakin baik perencanaan yang dibuat, semakin mudah pelaksanaan pengajarannya sehingga semakin tinggi hasil belajar mengajar yang dicapai.
Perencanaan pengajaran yang dipersiapkan guru dituangkan dalam wujud satuan pelajaran (satpel) yang sepenuhnya berpedoman kepada GBPP (Garis-garis Besar Program Pengajaran) (Supriyadi, 1995:162). Apabila pernyataan tersebut kita sesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sekarang, maka perencaan pengajaran yang dipersiakan guru dituangkan dalam wujud rencana pelaksanaan pengajaran (RPP) yang sepenuhnya berpedoman kepada kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) yang telah ditetapkan oleh badan standar nasional pendidikan (BSNP). Dalam KTSP sudah dicantumkan kolom-kolom yang memuat informasi: standar kompetensi dan kompetensi dasar, program (kelas, semester).
Melihat wujud kurikulum yang demikian, terdapat pokok-pokok masalah yang perlu diperhatikan guru dalam merencanakan persiapan mengajarnya, yaitu:
1.) bagaimana menjabarkan tujuan yang masih bersifat umum tersebut (standar kompetensi dan kompetensi dasar) ke dalam rumusan yang lebih operasional, jelas dan sederhana (indikator)?,
2.) bagaimana menetapkan sumber dan bahan pengajaran (pokok bahasan) beserta uraiannya?,
3.) bagaimana menetapkan teknik atau metode kegiatan belajar mengajar yang akan ditempuh untuk mencapai tujuan tersebut?,
4.) bagaimana menetapkan langkah-langkah kegiatan belajar mengajar yang akan ditempuh untuk mencapai tujuan tersebut?,
5.) bagaimana bentuk evaluasi yang akan dikembangkan untuk mengukur tingkat pencapaian tujuan di atas?.
b.
Pelaksanaan Perencanaan Pengajaran Membaca Cepat dengan Menggunakan Metode
Speed Reading
Setelah selesai menyelesaikan pembuatan persiapan/perencanaan mengajar, selanjutnya memasuki tahap pelaksanaan rencana tersebut di dalam kegiatan nyata dalam kelas. Untuk melaksanakan program pengajaran tersebut, tentu saja perlu diperhatikan hal-hal berikut:
1.) Kurikulum yang bersangkutan dengan membaca cepat;
2.) mempertimbangkan alokasi waktu yang tersedia;
3.) pemanfaatan berbagai sumber dan sarana yang terdapat di lingkungan sekolah atau lingkungan sekitarnya;
4.) sifat pokok bahasan membaca cepat itu sendiri, (Supriyadi, 1995:166)
Langkah-langkah proses belajar mengajar (PBM) yang dikelola guru hendaknya dapat mengarahkan siswa terhadap pencapaian tujuan pengajaran membaca cepat seperti yang telah dirumuskan dalam indikator. Melalui pendekatan keterampilan proses dengan menerapkan metode speed reading, proses belajar mengajar dijadikan sarana bagi penggalian, pembinaan, dan pengembangan kemampuan dasar masing-masing siswa. Oleh karena itu itu titik berat proses belajar mengajar ditekankan pada aktivitas siswa yang menunjang peningkatan kemampuan membaca cepatnya. Instruksi-instruksi, tugas, saran, perintah, penjelasan guru, dan sejenisnya hendaklah jelas sehinga dapat dipahami siswa. Dan yang tidak kalah penting dari hal-hal di atas ialah bahwa hasil dari proses belajar mengajar membaca cepat ini hendaknya dapat dinilai, baik dalam prosesnya, maupun hasil belajar yang diperoleh siswa. Dan pada akhirnya diharapkan siswa kita dapat menunjukkan hasil belajar membaca cepat dalam wujud yang lebih konkret. Misalnya grafik kemajuan membaca cepat siswa dan sebagainya yang dapat dipajangkan. Cara seperti ini diharapkan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.
Setelah selesai menyelesaikan pembuatan persiapan/perencanaan mengajar, selanjutnya memasuki tahap pelaksanaan rencana tersebut di dalam kegiatan nyata dalam kelas. Untuk melaksanakan program pengajaran tersebut, tentu saja perlu diperhatikan hal-hal berikut:
1.) Kurikulum yang bersangkutan dengan membaca cepat;
2.) mempertimbangkan alokasi waktu yang tersedia;
3.) pemanfaatan berbagai sumber dan sarana yang terdapat di lingkungan sekolah atau lingkungan sekitarnya;
4.) sifat pokok bahasan membaca cepat itu sendiri, (Supriyadi, 1995:166)
Langkah-langkah proses belajar mengajar (PBM) yang dikelola guru hendaknya dapat mengarahkan siswa terhadap pencapaian tujuan pengajaran membaca cepat seperti yang telah dirumuskan dalam indikator. Melalui pendekatan keterampilan proses dengan menerapkan metode speed reading, proses belajar mengajar dijadikan sarana bagi penggalian, pembinaan, dan pengembangan kemampuan dasar masing-masing siswa. Oleh karena itu itu titik berat proses belajar mengajar ditekankan pada aktivitas siswa yang menunjang peningkatan kemampuan membaca cepatnya. Instruksi-instruksi, tugas, saran, perintah, penjelasan guru, dan sejenisnya hendaklah jelas sehinga dapat dipahami siswa. Dan yang tidak kalah penting dari hal-hal di atas ialah bahwa hasil dari proses belajar mengajar membaca cepat ini hendaknya dapat dinilai, baik dalam prosesnya, maupun hasil belajar yang diperoleh siswa. Dan pada akhirnya diharapkan siswa kita dapat menunjukkan hasil belajar membaca cepat dalam wujud yang lebih konkret. Misalnya grafik kemajuan membaca cepat siswa dan sebagainya yang dapat dipajangkan. Cara seperti ini diharapkan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.
c.
Penilaian-penilaian Pengajaran Membaca Cepat dengan Menggunakan Metode speed
reading
Supriyadi (1995:167) menyatakan “penilaian ini dapat dilakukan terhadap dua hal, yaitu penilaian terhadap proses belajar mengajar yang sedang berlangsung dan penilaian terhadap hasil belajar siswa. Penilaian terhadap proses dapat dilacak dari segi perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian.”
Penilaian terhadap perencanaan dapat diarahkan terhadap komponen-komponen rencana pelaksanaan pengajaran seperti indikator, proses belajar mengajar (yang terintegrasi di dalamnya bahan, metode, media, sumber, dan sarana), dan evaluasi. Apakah komponen-komponen tersebut relevan dengan pokok bahasan membaca dan tuntutan pengajaran membaca?.
Penilaian terhadap pelaksanaan pengajaran membaca ditujukan terhadap tingkat kesesuaian kegiatan yang dilakukan dengan tujuan pengajaran yang telah ditetapkan dan bagaimana proses kegiatan itu berlangsung. Adakah kegiatan tersebut mengembangkan keterampilan proses dan membaca cepat ?. Bagaimana dengan pengembangan konsep dan nilai, serta penegmbangan keterampilan siswa, apakah hal tersebut tampak dalam aktivitas siswa?. Kegiatan ini diiringi dengan pemberian umpan balik oleh guru, baik secara individual maupun kelompok. Bentuknya dapat berupa bantuan, petunjuk, penghargaan, dan lain-lain sehingga hal ini dapat tercermin dari kegiatan siswa seperti berikut:
1.) siswa membaca mandiri,
2.) siswa menjadi tutor sebaya dalam menjelaskan kosakata sulit bagi kawan-kawannya,
3.) siswa membuat laporan kemampuan membaca cepatnya,
4.) siswa mengulang bahan bacaan yang telah diberikan untuk lebih meningkatkan kemampuannya dalam membaca cepat.
Penilaian terhadap hasil belajar siswa terutama diarahkan kepada (1) penguasaan konsep, (2) pengembangan sikap dan nilai, dan (3) penguasaan keterampilan. (Supriyadi, 1995:168)
Siswa dianggap telah menguasai konsep apabila mereka telah dapat menafsirkan dan membuat ringkasan isi wacana, serta melahirkan gagasannya sendiri mengenai sub pokok bahasan tersebut dengan bahasa dan imajinasinya sendiri. Penumbuhan sikap dan nilai tercermin dari sikap berani mengeluarkan pendapat, berdisiplin, jujur, dan lain-lain. Penguasaan keterampilan dapat terlihat pada kemampuan mencari dan menemukan ide paragraf, kemampuan membaca dengan kecepatan yang memadai, kemampuan melahirkan kembali (berbicara), dan sebagainya.
Supriyadi (1995:167) menyatakan “penilaian ini dapat dilakukan terhadap dua hal, yaitu penilaian terhadap proses belajar mengajar yang sedang berlangsung dan penilaian terhadap hasil belajar siswa. Penilaian terhadap proses dapat dilacak dari segi perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian.”
Penilaian terhadap perencanaan dapat diarahkan terhadap komponen-komponen rencana pelaksanaan pengajaran seperti indikator, proses belajar mengajar (yang terintegrasi di dalamnya bahan, metode, media, sumber, dan sarana), dan evaluasi. Apakah komponen-komponen tersebut relevan dengan pokok bahasan membaca dan tuntutan pengajaran membaca?.
Penilaian terhadap pelaksanaan pengajaran membaca ditujukan terhadap tingkat kesesuaian kegiatan yang dilakukan dengan tujuan pengajaran yang telah ditetapkan dan bagaimana proses kegiatan itu berlangsung. Adakah kegiatan tersebut mengembangkan keterampilan proses dan membaca cepat ?. Bagaimana dengan pengembangan konsep dan nilai, serta penegmbangan keterampilan siswa, apakah hal tersebut tampak dalam aktivitas siswa?. Kegiatan ini diiringi dengan pemberian umpan balik oleh guru, baik secara individual maupun kelompok. Bentuknya dapat berupa bantuan, petunjuk, penghargaan, dan lain-lain sehingga hal ini dapat tercermin dari kegiatan siswa seperti berikut:
1.) siswa membaca mandiri,
2.) siswa menjadi tutor sebaya dalam menjelaskan kosakata sulit bagi kawan-kawannya,
3.) siswa membuat laporan kemampuan membaca cepatnya,
4.) siswa mengulang bahan bacaan yang telah diberikan untuk lebih meningkatkan kemampuannya dalam membaca cepat.
Penilaian terhadap hasil belajar siswa terutama diarahkan kepada (1) penguasaan konsep, (2) pengembangan sikap dan nilai, dan (3) penguasaan keterampilan. (Supriyadi, 1995:168)
Siswa dianggap telah menguasai konsep apabila mereka telah dapat menafsirkan dan membuat ringkasan isi wacana, serta melahirkan gagasannya sendiri mengenai sub pokok bahasan tersebut dengan bahasa dan imajinasinya sendiri. Penumbuhan sikap dan nilai tercermin dari sikap berani mengeluarkan pendapat, berdisiplin, jujur, dan lain-lain. Penguasaan keterampilan dapat terlihat pada kemampuan mencari dan menemukan ide paragraf, kemampuan membaca dengan kecepatan yang memadai, kemampuan melahirkan kembali (berbicara), dan sebagainya.
B.
KERANGKA TEORITIS
Membaca cepat merupakan salah satu keterampilan membaca yang perlu ditumbuhkembangkan dalam diri siswa semenjak dini. Karena membaca cepat sangat penting dimiliki oleh siswa guna menghadapi perkembangan teknologi informasi yang semakin hari semakin canggih.
Kemampuan membaca cepat dapat ditingkatkan melalui latihan yang dilaksanakan secara bertahap dan kontiniu, karena membaca cepat bukanlah bakat ataupun kemampuan warisan. Oleh karena itu, kecepatan membaca hendaklah diajarkan dan dilatihkan secara terus menerus semenjak dini sampai waktu yang tak terbatas seiring dengan perkembangan teknologi.
Banyak ahli yang menawarkan berbagai teknik/metode agar seseorang mampu dan memiliki kemampuan membaca cepat. Salah satu diantaranya adalah metode yang dikenal dengan speed reading.Speed reading merupakan metode praktis, sederhana, dan terbaru yang akan mengantarkan seseorang kepada kemampuan membaca cepat yang maksimal. Peningkatan kemampuan membaca cepat dengan speed reading ditempuh dengan tahap-tahap sebagai berikut:
Membaca cepat merupakan salah satu keterampilan membaca yang perlu ditumbuhkembangkan dalam diri siswa semenjak dini. Karena membaca cepat sangat penting dimiliki oleh siswa guna menghadapi perkembangan teknologi informasi yang semakin hari semakin canggih.
Kemampuan membaca cepat dapat ditingkatkan melalui latihan yang dilaksanakan secara bertahap dan kontiniu, karena membaca cepat bukanlah bakat ataupun kemampuan warisan. Oleh karena itu, kecepatan membaca hendaklah diajarkan dan dilatihkan secara terus menerus semenjak dini sampai waktu yang tak terbatas seiring dengan perkembangan teknologi.
Banyak ahli yang menawarkan berbagai teknik/metode agar seseorang mampu dan memiliki kemampuan membaca cepat. Salah satu diantaranya adalah metode yang dikenal dengan speed reading.Speed reading merupakan metode praktis, sederhana, dan terbaru yang akan mengantarkan seseorang kepada kemampuan membaca cepat yang maksimal. Peningkatan kemampuan membaca cepat dengan speed reading ditempuh dengan tahap-tahap sebagai berikut:
1.
Tahap Pra Baca
a. Menyiapkan stopwatch atau jam
b. Menyampaikan tujuan membaca
c. Menyampaikan teknik dan mekanisme membaca
d. Mengenalkan topik/ judul bacaan
e. Memfokuskan perhatian siswa pada judul untuk diinterpretasikan
f. Menginventarisasi interpretasi siswa
g. Siswa secara klasikal diberi bacaan (wacana) yang sama.
h. Perhatikan pada saat anda mulai membaca, catat waktunya.
a. Menyiapkan stopwatch atau jam
b. Menyampaikan tujuan membaca
c. Menyampaikan teknik dan mekanisme membaca
d. Mengenalkan topik/ judul bacaan
e. Memfokuskan perhatian siswa pada judul untuk diinterpretasikan
f. Menginventarisasi interpretasi siswa
g. Siswa secara klasikal diberi bacaan (wacana) yang sama.
h. Perhatikan pada saat anda mulai membaca, catat waktunya.
2.
Tahap Saat Baca
a. Membaca teks
a. Membaca teks
3.
Pasca Baca
a. Mencatat waktu selesai membaca
b. Menjawab pertanyaan
c. Mencek jawaban pertanyaan
d. Hitung berapa lama (menit) anda menyelesaikan teks tersebut, konversikan waktu membaca (…menit,…detik) lihatlah kedalam tabel kecepatan membaca.
e. Mengkonversikan tingkat pemahaman
a. Mencatat waktu selesai membaca
b. Menjawab pertanyaan
c. Mencek jawaban pertanyaan
d. Hitung berapa lama (menit) anda menyelesaikan teks tersebut, konversikan waktu membaca (…menit,…detik) lihatlah kedalam tabel kecepatan membaca.
e. Mengkonversikan tingkat pemahaman
BAB
III
METODE PENELITIAN
METODE PENELITIAN
A.
Pendekatan Penelitian
Ada dua macam pendekatan dalam penelitian yaitu pendekatan kuantitatif dimana peneliti akan bekerja dengan angka-angka sebagai perwujudan gejala yang diamati dan pendekatan kualitatif dimana peneliti akan bekerja dengan informasi-informasi data dan di dalam menganalisanya tidak menggunakan analisa data statistik.
Pendekatan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif action research. Penelitian ini bertujuan menyelidiki pengaruh penggunaan metode speed reading dalam terhadap peningkatan kemampuan membaca cepat siswa, dengan mengetahui ada tidaknya perbedaan hasil pre-test dan post-test .
B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat
Penelitian ini dilakukan di SD Negeri 31 Malalo Kecamatan Batipuh Kabupaten Tanah Datar Sumatera Barat.
2. Waktu
Penelitian ini dilakukan pada semester Juli-Desember 2007 dan menganalisis data pada Desember 2007.
Ada dua macam pendekatan dalam penelitian yaitu pendekatan kuantitatif dimana peneliti akan bekerja dengan angka-angka sebagai perwujudan gejala yang diamati dan pendekatan kualitatif dimana peneliti akan bekerja dengan informasi-informasi data dan di dalam menganalisanya tidak menggunakan analisa data statistik.
Pendekatan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif action research. Penelitian ini bertujuan menyelidiki pengaruh penggunaan metode speed reading dalam terhadap peningkatan kemampuan membaca cepat siswa, dengan mengetahui ada tidaknya perbedaan hasil pre-test dan post-test .
B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat
Penelitian ini dilakukan di SD Negeri 31 Malalo Kecamatan Batipuh Kabupaten Tanah Datar Sumatera Barat.
2. Waktu
Penelitian ini dilakukan pada semester Juli-Desember 2007 dan menganalisis data pada Desember 2007.
C.
Variabel Penelitian
Menurut Suharsimi Arikunto (1998:99) variabel penelitian adalah objek penelitian, atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian.Hal ini senada dengan pendapat Ibnu Hajar (1999:156) yang mengartikan variabel adalah objek pengamatan atau fenomena yang diteliti. Sedangkan menurut Sutrisno Hadi (1982:437) variabel adalah semua keadaan, faktor, kondisi, perlakuan, atau tindakan yang dapat mempengaruhi hasil eksperimen. Dalam suatu penelitian eksperimen, Sutrisno Hadi (1982:437) membedakan variabel menjadi dua yaitu (1) variabel eksperimen atau treatment variable yaitu kondisi yang hendak diselidiki bagaimana pengaruhnya terhadap gejala atau behaviour variable, (2) variabel non eksperimental yaitu variabel yang dikontrol dalam arti baik untuk kelompok eksperimental
Sedangkan Suharsimi Arikunto (1998:101) membedakan variabel menjadi dua yaitu variabel yang mempengaruhi disebut variabel penyebab, variabel bebas, atau independent variabel (X), dan variabel akibat yang disebut variabel tak bebas, variabel tergantung, variabel terikat, atau dependent variabel (Y).
Berdasarkan pendapat diatas, dalam penelitian ini terdiri dari variabel eksperimental yang meliputi:
1. Variabel bebas : Penggunaan metode speed reading
2. Variabel terikat : Peningkatan kemampuan membaca siswa
Sedangkan variabel non-eksperimetal dalam penelitian ini meliputi usia, jenis kelamin, dan prestasi belajar.
Menurut Suharsimi Arikunto (1998:99) variabel penelitian adalah objek penelitian, atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian.Hal ini senada dengan pendapat Ibnu Hajar (1999:156) yang mengartikan variabel adalah objek pengamatan atau fenomena yang diteliti. Sedangkan menurut Sutrisno Hadi (1982:437) variabel adalah semua keadaan, faktor, kondisi, perlakuan, atau tindakan yang dapat mempengaruhi hasil eksperimen. Dalam suatu penelitian eksperimen, Sutrisno Hadi (1982:437) membedakan variabel menjadi dua yaitu (1) variabel eksperimen atau treatment variable yaitu kondisi yang hendak diselidiki bagaimana pengaruhnya terhadap gejala atau behaviour variable, (2) variabel non eksperimental yaitu variabel yang dikontrol dalam arti baik untuk kelompok eksperimental
Sedangkan Suharsimi Arikunto (1998:101) membedakan variabel menjadi dua yaitu variabel yang mempengaruhi disebut variabel penyebab, variabel bebas, atau independent variabel (X), dan variabel akibat yang disebut variabel tak bebas, variabel tergantung, variabel terikat, atau dependent variabel (Y).
Berdasarkan pendapat diatas, dalam penelitian ini terdiri dari variabel eksperimental yang meliputi:
1. Variabel bebas : Penggunaan metode speed reading
2. Variabel terikat : Peningkatan kemampuan membaca siswa
Sedangkan variabel non-eksperimetal dalam penelitian ini meliputi usia, jenis kelamin, dan prestasi belajar.
D.
Desain dan Paradigma Penelitian
1. Desain Penelitian
Desain penelitian menurut Mc Millan dalam Ibnu Hadjar (1999:102) adalah rencana dan struktur penyelidikan yang digunakan untuk memperoleh bukti-bukti empiris dalam menjawab pertanyaan penelitian.
Dalam penelitian eksperimental, desain penelitian disebut desain eksperimental. Desain eksperimen dirancang sedemikian rupa guna meningkatkan validitas internal maupun eksternal.
Suharsimi Arikunto (1998:85-88) mengkategorikan desain eksperimen murni menjadi 8 yaitu control group pre-test post test, random terhadap subjek, pasangan terhadap subjek, random pre test post test, random terhadap subjek dengan pre test kelompok kontrol post test kelompok eksperimen, tiga kelompok eksperimen dan kontrol, empat kelompok dengan 3 kelompok kontrol, dan desain waktu.
Sutrisno Hadi (1982:441) mengkategorikan desain eksperimen menjadi enam yaitu simple randomaized, treatment by levels desaigns, treatments by subjects desaigns, random replications desaigns, factorial designs, dan groups within treatment designs. Sedangkan Ibnu Hadjar (1999:327) membedakan desain penelitian eksperimen murni menjadi dua yaitu pre test post test kelompok kontrol dan post tes kelompok kontrol.
Dalam penelitian eksperimen murni, desain penelitian yang populer digunakan adalah sebagai berikut:
a. Control Group Post test only design atau post tes kelompok kontrol
Desain ini subjek ditempatkan secara random ke dalam kelompok-kelompok dan diekspose sebagai variabel independen diberi post test. Nilai-nilai post test kemudian dibandingkan untuk menentukan keefektifan tretment.
Desain ini cocok untuk digunakan bila pre test tidak mungkin dilaksanakan atau pre test mempunyai kemungkinan untuk berpengaruh pada perlakuan eksperimen. Desain ini akan lebih cocok dalam eksperimen yang berkaitan dengan pembentukan sikap karena dalam eksperimen demikian akan berpengaruh pada perlakuan.
1. Desain Penelitian
Desain penelitian menurut Mc Millan dalam Ibnu Hadjar (1999:102) adalah rencana dan struktur penyelidikan yang digunakan untuk memperoleh bukti-bukti empiris dalam menjawab pertanyaan penelitian.
Dalam penelitian eksperimental, desain penelitian disebut desain eksperimental. Desain eksperimen dirancang sedemikian rupa guna meningkatkan validitas internal maupun eksternal.
Suharsimi Arikunto (1998:85-88) mengkategorikan desain eksperimen murni menjadi 8 yaitu control group pre-test post test, random terhadap subjek, pasangan terhadap subjek, random pre test post test, random terhadap subjek dengan pre test kelompok kontrol post test kelompok eksperimen, tiga kelompok eksperimen dan kontrol, empat kelompok dengan 3 kelompok kontrol, dan desain waktu.
Sutrisno Hadi (1982:441) mengkategorikan desain eksperimen menjadi enam yaitu simple randomaized, treatment by levels desaigns, treatments by subjects desaigns, random replications desaigns, factorial designs, dan groups within treatment designs. Sedangkan Ibnu Hadjar (1999:327) membedakan desain penelitian eksperimen murni menjadi dua yaitu pre test post test kelompok kontrol dan post tes kelompok kontrol.
Dalam penelitian eksperimen murni, desain penelitian yang populer digunakan adalah sebagai berikut:
a. Control Group Post test only design atau post tes kelompok kontrol
Desain ini subjek ditempatkan secara random ke dalam kelompok-kelompok dan diekspose sebagai variabel independen diberi post test. Nilai-nilai post test kemudian dibandingkan untuk menentukan keefektifan tretment.
Desain ini cocok untuk digunakan bila pre test tidak mungkin dilaksanakan atau pre test mempunyai kemungkinan untuk berpengaruh pada perlakuan eksperimen. Desain ini akan lebih cocok dalam eksperimen yang berkaitan dengan pembentukan sikap karena dalam eksperimen demikian akan berpengaruh pada perlakuan.
b.
Pre test post test control group design atau pre tes post tes kelompok kontrol
Desain ini melibatkan dua kelompok subjek, satu diberi perlakuan eksperimental (kelompok eksperimen) dan yang lain tidak diberi apa-apa (kelompok kontrol). Dari desain ini efek dari suatu perlakuan terhadap variabel dependen akan diuji dengan cara membandingkan keadaan variabel dependen pada kelompok eksperimen setelah dikenai perlakuan dengan kelompok kontrol yang tidak dikenai perlakuan.
Desain ini melibatkan dua kelompok subjek, satu diberi perlakuan eksperimental (kelompok eksperimen) dan yang lain tidak diberi apa-apa (kelompok kontrol). Dari desain ini efek dari suatu perlakuan terhadap variabel dependen akan diuji dengan cara membandingkan keadaan variabel dependen pada kelompok eksperimen setelah dikenai perlakuan dengan kelompok kontrol yang tidak dikenai perlakuan.
c.
Solomon four group design
Desain ini menuntut penempatan subjek secara random kedalam empat kelompok. Pada kelompok 1 dan 2 diberi pre test dan post test dan hanya kelompok 1 dan 3 yang dikenai perlakuan eksperimen.
Kelemahannya adalah memerlukan subjek dua kali lipat jumlah subjek untuk desain eksperimen.
Dalam penelitian ini digunakan desain Pre Tes Post Test Control Group. Desain penelitian eksperimen yang digunakan adalah sebagai berikut:
Kelompok Pre-test Perlakuan Poast-test
KE K – 1 metode speed reading K –2
KK K – 1 - K – 2
Desain ini menuntut penempatan subjek secara random kedalam empat kelompok. Pada kelompok 1 dan 2 diberi pre test dan post test dan hanya kelompok 1 dan 3 yang dikenai perlakuan eksperimen.
Kelemahannya adalah memerlukan subjek dua kali lipat jumlah subjek untuk desain eksperimen.
Dalam penelitian ini digunakan desain Pre Tes Post Test Control Group. Desain penelitian eksperimen yang digunakan adalah sebagai berikut:
Kelompok Pre-test Perlakuan Poast-test
KE K – 1 metode speed reading K –2
KK K – 1 - K – 2
Keterangan
:
KE : Kelompok Eksperimen
KK : Kelompok Kontrol
K-1 : Pre Test
K-2 : Post Test
KE : Kelompok Eksperimen
KK : Kelompok Kontrol
K-1 : Pre Test
K-2 : Post Test
2.
Paradigma Penelitian
Kelinger (1993:484) mengartikan paradigma penelitian sebagai model relasi antara variabel-variabel dalam suatu kajian penelitian. Paradigma dalam penelitian ini digambarkan sebagai berikut:
Kelinger (1993:484) mengartikan paradigma penelitian sebagai model relasi antara variabel-variabel dalam suatu kajian penelitian. Paradigma dalam penelitian ini digambarkan sebagai berikut:
a.
Paradigma Kelompok Eksperimen
b.
Paradigma Kelompok Kontrol
E.
Populasi dan Sampel
1. Populasi Penelitian
Populasi penelitian menurut Suharsimi (1998:115) adalah keseluruhan subjek penelitian. Sedangkan menurut Sutrisno Hadi (1984:70) populasi penelitian adalah seluruh individu yang akan dikenai sasaran generalisasi dan sampel-sampel yang akan diambil dalam suatu penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V SD Negeri 31 Malalo kecamatan Batipuh kabupaten Tanah Datar Sumatera Barat.
3. Sampel Penelitian
Sampel penelitian menurut Suharsimi (1998:117) adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Dalam penelitian ini sampel diambil dengan menggunakan sampel random dengan sistem undian dengan maksud agar setiap kelas mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi sampel dalam penelitian. Adapun tekniknya dengan mengundi gulungan kertas sejumlah kelas yang didalamnya tertulis nomor kelas, sehingga didapatkan satu kelompok eksperimen dan satu kelompok kontrol.
1. Populasi Penelitian
Populasi penelitian menurut Suharsimi (1998:115) adalah keseluruhan subjek penelitian. Sedangkan menurut Sutrisno Hadi (1984:70) populasi penelitian adalah seluruh individu yang akan dikenai sasaran generalisasi dan sampel-sampel yang akan diambil dalam suatu penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V SD Negeri 31 Malalo kecamatan Batipuh kabupaten Tanah Datar Sumatera Barat.
3. Sampel Penelitian
Sampel penelitian menurut Suharsimi (1998:117) adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Dalam penelitian ini sampel diambil dengan menggunakan sampel random dengan sistem undian dengan maksud agar setiap kelas mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi sampel dalam penelitian. Adapun tekniknya dengan mengundi gulungan kertas sejumlah kelas yang didalamnya tertulis nomor kelas, sehingga didapatkan satu kelompok eksperimen dan satu kelompok kontrol.
F.
Instrumen dan Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data merupakan cara atau jalan yang digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data dalam penelitian. Metode pengumpulan data dalam penelitian menurut Suharsimi (1998:138) secara garis besar dibedakan menjadi dua yaitu tes dan non test.
Dalam penelitian ini menggunakan angket dalam pengumpulan data. Angket adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui. Tujuan digunakan angket dalam penelitian ini adalah untuk mengungkap minat belajar siswa baik sebelum dikenai treatmen maupun sesudah dikenai tretmen.
Menurut Ibnu Hadjar (1999:184-88) menggolongkan angket menjadi empat yaitu angket terbuka dan tertutup, skala, daftar cek, dan bentuk rangking. Sedangkan Suharsimi (1998:140-141) menggolongkan angket sebagai berikut:
1. Berdasarkan cara menjawab dibedakan menjadi dua yaitu angket terbuka dan angket tertutup.
2. Berdasarkan dari jawaban yang diberikan dibedakan menjadi dua yaitu angket langsung dan angket tidak langsung.
3. Dipandang dari bentuknya dibedakan menjadi empat yaitu angket pilihan ganda, isian, check list, dan rating scale.
Metode pengumpulan data merupakan cara atau jalan yang digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data dalam penelitian. Metode pengumpulan data dalam penelitian menurut Suharsimi (1998:138) secara garis besar dibedakan menjadi dua yaitu tes dan non test.
Dalam penelitian ini menggunakan angket dalam pengumpulan data. Angket adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui. Tujuan digunakan angket dalam penelitian ini adalah untuk mengungkap minat belajar siswa baik sebelum dikenai treatmen maupun sesudah dikenai tretmen.
Menurut Ibnu Hadjar (1999:184-88) menggolongkan angket menjadi empat yaitu angket terbuka dan tertutup, skala, daftar cek, dan bentuk rangking. Sedangkan Suharsimi (1998:140-141) menggolongkan angket sebagai berikut:
1. Berdasarkan cara menjawab dibedakan menjadi dua yaitu angket terbuka dan angket tertutup.
2. Berdasarkan dari jawaban yang diberikan dibedakan menjadi dua yaitu angket langsung dan angket tidak langsung.
3. Dipandang dari bentuknya dibedakan menjadi empat yaitu angket pilihan ganda, isian, check list, dan rating scale.
Berdasarkan
macam-macam angket diatas, dalam penelitian ini menggunakan angket tertutup
dengan jawaban pilihan ganda.
Menurut Suharsimi (1998:141), kelebihan angket adalah sebagai berikut:
1. Tidak memerlukan hadirnya peneliti
2. dapat dibagikan secara serentak kepada banyak responden
3. dapat dijawab oleh responden menurut kecepatan masing-masing, dan menurut waktu senggang responden.
4. dapat dibuat anonim sehingga responden bebas jujur dan tidak malu-malu menjawab
5. dapat dibuat terstandar sehingga semua responden dapat diberi pertanyaan yang benar-benar sama.
Menurut Suharsimi (1998:141), kelebihan angket adalah sebagai berikut:
1. Tidak memerlukan hadirnya peneliti
2. dapat dibagikan secara serentak kepada banyak responden
3. dapat dijawab oleh responden menurut kecepatan masing-masing, dan menurut waktu senggang responden.
4. dapat dibuat anonim sehingga responden bebas jujur dan tidak malu-malu menjawab
5. dapat dibuat terstandar sehingga semua responden dapat diberi pertanyaan yang benar-benar sama.
Selain
memiliki kelebihan, Suharsimi (1998:142) juga mengemukakan kelemahan angket
sebagai berikut:
1. responden sering tidak teliti dalam menjawab sehingga ada pertanyaan yang terlewati tidak dijawab, adahal sukar diulang kembali kepadanya
2. seringkali sukar dicari validitanya
3. walaupun dibuat anonim, kadang responden dengan sengaja memberikan jawaban yang tidak betul atau tidak jujur.
4. seringkali tidak kembali
5. waktu pengembaliannya tidak bersama-sama, bahkan kadang-kadang ada yang terlalu lama sehingga terlambat.
1. responden sering tidak teliti dalam menjawab sehingga ada pertanyaan yang terlewati tidak dijawab, adahal sukar diulang kembali kepadanya
2. seringkali sukar dicari validitanya
3. walaupun dibuat anonim, kadang responden dengan sengaja memberikan jawaban yang tidak betul atau tidak jujur.
4. seringkali tidak kembali
5. waktu pengembaliannya tidak bersama-sama, bahkan kadang-kadang ada yang terlalu lama sehingga terlambat.
Adapun
tujuan penggunaan angket dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui minat
belajar siswa baik sebelum dikenai perlakuan ataupun sesudah dikenai perlakuan.
Kisi-kisi angket minat belajar adalah sebagai berikut:
Variable Indikator Jumlah Item
a. Perhatian a. Mempunyai perhatian untuk tahu terhadap bahan pelajaran
b. Mempunyai perhatian untuk memahami materi pelajaran
c. Mempunyai perhatian untuk menyelasaikan soal-soal pelajaran. 5
Variable Indikator Jumlah Item
a. Perhatian a. Mempunyai perhatian untuk tahu terhadap bahan pelajaran
b. Mempunyai perhatian untuk memahami materi pelajaran
c. Mempunyai perhatian untuk menyelasaikan soal-soal pelajaran. 5
b. Ketertarikan a. Ada ketertarikan untuk tahu terhadap bahan pelajaran
b. Ada ketertarikan untuk menyelesaikan soal-soal pelajaran.
c. Ada ketertarikan untuk memahami bahan pelajaran 5
c.Rasa Senang a. Mengetahui bahan belajar dengan rasa senang
b. Memahami bahan belajar dengan rasa senang
c. Mampu menyelesaikan soal-soal dengan rasa senang. 5
Dalam
penelitian ini peneliti juga menggunakan tiga teknik pengumpulan data lainnya,
yaitu wawancara, observasi, dan studi dokumentasi dengan instrumen pengumpulan
data adalah peneliti sendiri. Menurut Sudjana dan Ibrahim (1989:201) bahwa
“teknik observasi partisipan dan wawancara spontan merupakan teknik yang paling
utama dalam penelitian kualitatif. Wawancara dapat dilakukan secara spontan
dengan observasi partisipan dan dapat pula secara sendiri”.
1. Observasi
Untuk mengumpulkan data di lapangan peneliti melakukan observasi langsung. Menurut W. Gulo (2003:115) “observasi adalah metode pengumpulan data dimana peneliti mencatat informasi yang mereka saksikan selama penelitian, penyaksian terhadap peristiwa dengan melihat, mendengar dan merasakan yang kemudian dicatat secara seobjektif mungkin”. Pelaksanaan observasi peneliti dilakukan dengan tiga tahapan sebagaimana dikatakan Sanapiah faisal (1990:80), yaitu; (a) observasi deskriptif, observasi ini dilakukan pada tahap ekspolarasi umum, pada tingkat observasi ini , peneliti berusaha memperhatikan dan merekamsebanyak mungkin aspek/elemen situasi sosial yang diobservasi sehingga mendapat gambaran umum masih berkisar pada apa yang tengah berlangsung pada suatu situasi sosial, (b) observasi terfokus yaitu observasi yang dilakukan sebagai kelanjutan dari ibservasi deskriptif, pada tahap ini observasi lebih terfokus pada tahap-tahap detil atau rincian-rincian suatu domain, ini dilakukan terutama untuk kebutuhan analisis taksonomi, guna memperoleh data terinci pada domain-domain tertentu yang telah dipilih untuk analasis taksonomis, observasi ini yaitu suatu kegiatan observasi yang telah disempitkan fokusnya, akan tetapi lebih dicermati secara mendetail atau terinci, (c) observasi terseleksi, observasi ini dilakukan atau dikembangkan untuk mendapatkan data informasi yang diperlukan untuk analisis komponsial: suatu analisis dalam penelitian kualitatif yang arahnya menegenai kontras-kontras antar set kategori (warga suatu domain) dalam berbagai dimensi yang mungkin saling berbeda antar set kategori yang satu dengan set kategori yang lainnya.
Pelaksanaan observasi tahap manapun dilakukan, serta jenis observasi apapun yang dipergunakan, penelitian kualitatif dituntut untuk banyak bertanya pada diri sendiri. Diwaktu yang bersamaan peneliti perlu menempatkan dirinya sebagai informan bagi dirinya. Kegiatan bertanya pada diri sendiri akan dapat mengarahkan kegiatan observasi, dan inilah slah satu makna posisi peneliti sebagai instrumen penelitian. Pada pelaksanaan observasi peneliti mengumpulkan informasi dengan menggunakan alat tulis seperti buku, pena dan alat audio (tape recorder) serta alat visual (camera photo).
1. Observasi
Untuk mengumpulkan data di lapangan peneliti melakukan observasi langsung. Menurut W. Gulo (2003:115) “observasi adalah metode pengumpulan data dimana peneliti mencatat informasi yang mereka saksikan selama penelitian, penyaksian terhadap peristiwa dengan melihat, mendengar dan merasakan yang kemudian dicatat secara seobjektif mungkin”. Pelaksanaan observasi peneliti dilakukan dengan tiga tahapan sebagaimana dikatakan Sanapiah faisal (1990:80), yaitu; (a) observasi deskriptif, observasi ini dilakukan pada tahap ekspolarasi umum, pada tingkat observasi ini , peneliti berusaha memperhatikan dan merekamsebanyak mungkin aspek/elemen situasi sosial yang diobservasi sehingga mendapat gambaran umum masih berkisar pada apa yang tengah berlangsung pada suatu situasi sosial, (b) observasi terfokus yaitu observasi yang dilakukan sebagai kelanjutan dari ibservasi deskriptif, pada tahap ini observasi lebih terfokus pada tahap-tahap detil atau rincian-rincian suatu domain, ini dilakukan terutama untuk kebutuhan analisis taksonomi, guna memperoleh data terinci pada domain-domain tertentu yang telah dipilih untuk analasis taksonomis, observasi ini yaitu suatu kegiatan observasi yang telah disempitkan fokusnya, akan tetapi lebih dicermati secara mendetail atau terinci, (c) observasi terseleksi, observasi ini dilakukan atau dikembangkan untuk mendapatkan data informasi yang diperlukan untuk analisis komponsial: suatu analisis dalam penelitian kualitatif yang arahnya menegenai kontras-kontras antar set kategori (warga suatu domain) dalam berbagai dimensi yang mungkin saling berbeda antar set kategori yang satu dengan set kategori yang lainnya.
Pelaksanaan observasi tahap manapun dilakukan, serta jenis observasi apapun yang dipergunakan, penelitian kualitatif dituntut untuk banyak bertanya pada diri sendiri. Diwaktu yang bersamaan peneliti perlu menempatkan dirinya sebagai informan bagi dirinya. Kegiatan bertanya pada diri sendiri akan dapat mengarahkan kegiatan observasi, dan inilah slah satu makna posisi peneliti sebagai instrumen penelitian. Pada pelaksanaan observasi peneliti mengumpulkan informasi dengan menggunakan alat tulis seperti buku, pena dan alat audio (tape recorder) serta alat visual (camera photo).
2.
Wawancara
Wawancara digunakan dalam rangka memperoleh informasi verbal secara langsung dari informan. Berdasarkan pendekatan yang digunakan dalam penelitian maka peneliti menetapkan bentuk wawancara yang digunakan adalah wawancara terbuka, dengan tujuan agar responden yang diwawancarai dapat mengetahui tujuan dari wawancara tersebut.
Penetapan bentuk wawancara ini dipertegas oleh Moleong (2002:137) yang menyatakan bahwa “dalam penelitian kualitatif sebaiknya digunakan wawancara terbuka yang para subyeknya tahu bahwa mereka sedang diwawancarai dan mengetahui pula apa maksud wawancara itu”. Selain wawancara terbuka dalam penelitian ini peneliti menetapkan bentuk wawancara terstruktur dimana peneliti menetapkan sendiri masalah dan aspek pertanyaan yang diajukan.
Wawancara digunakan dalam rangka memperoleh informasi verbal secara langsung dari informan. Berdasarkan pendekatan yang digunakan dalam penelitian maka peneliti menetapkan bentuk wawancara yang digunakan adalah wawancara terbuka, dengan tujuan agar responden yang diwawancarai dapat mengetahui tujuan dari wawancara tersebut.
Penetapan bentuk wawancara ini dipertegas oleh Moleong (2002:137) yang menyatakan bahwa “dalam penelitian kualitatif sebaiknya digunakan wawancara terbuka yang para subyeknya tahu bahwa mereka sedang diwawancarai dan mengetahui pula apa maksud wawancara itu”. Selain wawancara terbuka dalam penelitian ini peneliti menetapkan bentuk wawancara terstruktur dimana peneliti menetapkan sendiri masalah dan aspek pertanyaan yang diajukan.
3.
Studi Dokumentasi
Pengumpulan data selain dengan observasi dan wawancara juga dapat dilakukan studi dokumentasi untuk mendapatkan informasi yang berkaitan administrasi, kondisi fisik, dan keadaan sosial dalam bentuk visual (data gambar). Data yang dikumpulkan dengan cara-cara ini adalah tentang guru, pelaksanaan, kondisi sosial pembelajaran pada kelas yang diajarkan.
Pengumpulan data selain dengan observasi dan wawancara juga dapat dilakukan studi dokumentasi untuk mendapatkan informasi yang berkaitan administrasi, kondisi fisik, dan keadaan sosial dalam bentuk visual (data gambar). Data yang dikumpulkan dengan cara-cara ini adalah tentang guru, pelaksanaan, kondisi sosial pembelajaran pada kelas yang diajarkan.
G.
Validitas dan Reliabilitas
Instrumen yang baik harus memenuhi dua persyaratan penting yaitu valid dan reliable. Menurut Suharsimi (1998:160) validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen. Suatu instrumen yang valid atau sahih mempunyai validitas tinggi sedangkan instrumen yang kurang valid berarti memilili validitas rendah. Dalam penelitian ini untuk mengetahui validitas instrumen dengan menggunakan rumus korelasi Product Moment Pearson sebagai berikut:
Instrumen yang baik harus memenuhi dua persyaratan penting yaitu valid dan reliable. Menurut Suharsimi (1998:160) validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen. Suatu instrumen yang valid atau sahih mempunyai validitas tinggi sedangkan instrumen yang kurang valid berarti memilili validitas rendah. Dalam penelitian ini untuk mengetahui validitas instrumen dengan menggunakan rumus korelasi Product Moment Pearson sebagai berikut:
dengan
pengertian
x : X- X
y : Y – Y
X : skor rata-rata dari X
Y : skor rata-rata dari Y
Sedangkan di bagian lain Suharsimi (1998:170-171) menerangkan reliabilitas adalah instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpulan data karena instrumen itu sudah baik. Instrumen yang reliable berarti instrumen tersebut cukup baik sehingga mampu mengungkap data yang bias dipercaya. Dalam penelitian ini untuk mengukur reliabilitas instrumen digunakan rumus Spearman-Brown sebagai berikut:
x : X- X
y : Y – Y
X : skor rata-rata dari X
Y : skor rata-rata dari Y
Sedangkan di bagian lain Suharsimi (1998:170-171) menerangkan reliabilitas adalah instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpulan data karena instrumen itu sudah baik. Instrumen yang reliable berarti instrumen tersebut cukup baik sehingga mampu mengungkap data yang bias dipercaya. Dalam penelitian ini untuk mengukur reliabilitas instrumen digunakan rumus Spearman-Brown sebagai berikut:
dengan
keterangan:
r11 : reliabilitas instrumen
r1/21/2 : rxy yang disebutkan sebagai indeks korelasi antara dua belahan instrumen
r11 : reliabilitas instrumen
r1/21/2 : rxy yang disebutkan sebagai indeks korelasi antara dua belahan instrumen
H.
Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini dengan menggunakan analisis statistuk parametik yaitu suatu metode yang dibutuhkan asumsi tentang distribusi populasi..
Analisis data pada penelitian ini dengan menggunakan analisis statistuk parametik yaitu suatu metode yang dibutuhkan asumsi tentang distribusi populasi..
Menilai Isi Bacaan
Memahami apa yang telah dibaca merupakan sasaran yang paling sederhana dari
kegiatan membaca. Untuk dapat menilai bacaan, diperlukan keterampilan membaca
kritis.
A. HAKIKAT MEMBACA KRITIS
Pada dasarnya, saat seseorang membaca kritis (Critical reading) dia melakukan
kegiatan membaca dengan bijaksana, penuh tenggang hati, mendalam, evaluatif,
serta analisis, dan bukan ingin mencari-cari kesalahanpenulis. Membaca kritis
adalah kemampuan memahami makna yang tersirat dan tersorot sebuah bacaan.
Membaca kritis merupakan suatu strategi
membaca yang bertujuan untuk mendalami isi bacaan berdasarkan penilaian yang
logis atau rasional, analisis, dan kritis. Pembaca turut terlibat sedemikian
rupa secara mendalam dengan pikiran-pikiran penulisnya.
Pembaca bukan hanya sekedar menemukan apa yang dikatakan penulis, melainkan
juga menemukan jawaban, mengapa hal itu dikatakannya. Itulah ciri dari berfikir
kritis sebagai hasil dari kegiatan membaca kritis.
B. KARAKTERISTIK MEMBACA KRITIS
Menurut Nurhadi (1987 : 143). Salah satu ciri dari membaca kritis adalah
berfikir dan bersikap kritis. Berfikir dan bersikap kritis itu ditandai oleh
hal-hal sebagai berikut :
- Kemampuan menginterpretasi secara kritis.
- Menganalisis secara kritis.
- Mengorganisasi secara kritis.
- Menilai secara kritis.
- Menerapkan konsep secara kritis.
Lebih jauh, Nurhadi
(1987) memberikan sejumlah teknik yang dapat digunakan untuk meningkatkan sikap
kritis yakni sebagai berikut :
- Kemampuan mengingat dan mengenali bahan bacaan.
- Kemampuan menginterpretasi makna tersirat.
- Kemampuan mengaplikasikan konsep-konseb dalam bacaan.
- Kemampuan menganalisis isi bacaan.
- Kemampuan menilai isi bacaan.
- Kemampuan mencipta (to create) bacaan.
Keenam sikap kritis tersebut sejalan dengan konsep berfikir pada tataran ranah
kognitif dalam TAKSONOMI BLOOM yang sudah direvisi oleh Anderson dan Krathwhol
(2001 : 268). Ranah-ranah dimaksud meliputi antara lain sebagai berikut:
1. Kemampuan Mengingat dan Mengenali
Kemampuan mengingat dan mengenali meliputi kemampuan :
- Mengenali peristiwa-peristiwa, latar, tempat dalam bacaan.
- Menyebutkan tokoh-tokoh cerita dan sifat-sifatnya.
- Menyatakan kembali definisi-definisi, prinsip-prinsip.
- Menyatakan kembali fakta-fakta atau detail bacaan.
- Menyatakan kembali fakta-fakta perbandingan, unsur-unsur hubungan.
- Sebab-akibat, karakter tokoh, dan sebagainya.
2. Kemampuan Memahami atau Menginterpretasi
Makna Tersirat
Pembaca harus
mampu menafsirkan fakta-fakta dan informasi-informasi yang disajikan secara
kritis. Kemampuan menginterpretasi makna tersirat ditandai oleh kemampuan
sebagai berikut :
- Menafsirkan maksud kata, frase, kalimat, pernyataan.
- Membuat perbandingan-perbandingan antar fakta.
- Menentukan persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan antar fakta.
- Menafsirkan makna-makna tersirat suatu bacaan.
3. Konsep Mengaplikasikan Konsep-Konsep
Kemampuan mengaplikasikan konsep-konsep meliputi kemampuan sebagai berikut :
- Mengikuti petunjuk-petunjuk dalam bacaan.
- Menerapkan konsep-konsep atau gagasan utama kedalam situasi baru yang problematik
- Menunjukkan kesesuaian antara gagasan utama dengan situasi yang dihadapi.
- Membuat contoh-contoh praktis dari konsep teoritis.
4. Kemampuan Menganalisis
Kemampuan menganalisis ialah
kemapuan pembaca melihat komponen-komponen atau unsur-unsur yang membentuk
sebuah kesatuan. Kemampuan menganalisis bacaan ditandai oleh
kemampuan-kemampuan sebagai berikut :
- Mengidentifikasi ide pokok bacaan.
- Menentukan kalimat utama paragraf.
- Membedakan fakta dan opini.
- Mengidentifikasi jalan pikiran penulis.
5. Kemampuan Menyimpulkan (Sintesis)
Gagasan-gagasan yang disampaikan penulis terangkai dalam berbagai bentuk dan
berbagai cara. Kemampuan menganalisis bacaan dengan baik akan menjadi dasar
bagi kemampuan menyimpulkan bacaan. Bentuk-bentuk atau hasil kerja
penyintesisan dapat berupa simpulan atau ringkasan atau ikhtisar, tema bacaan,
judul yang sesuai untuk bacaan, organisasi tulisan. Contoh-contoh kemampuan
menyintesis yang didasari oleh kemampuan menganalisis meliputi kemampuan
sebagai berikut :
- Menghubung-hubungkan gagasan utama bacaan dan mengungkapkannya kembali dengan kata-kata sendiri.
- Menyimpulkan bacaan.
- Membuat sinopsis.
- Mengorganisasikan gagasan utama bacaan.
- Menentukan tema bacaan.
- Menyusun kerangka bacaan.
- Membuat judul yang tepat pada sebuah bacaan.
- Membuat ringkasan atau ikhtisar bacaan.
6. Kemampuan Menilai Isi Bacaan
Kemampuan
menilai isi bacaan secara kritis dilakukan melalui kegiatan mempertimbangkan,
menilai, dan menentukan keputusan. Kemampuan menilai bacaan menyiratkan sikap
kritis pembacanya. Artinya, si pembaca tidak begitu saja mempercayai apa yang
disampaikan penulis melalui tulisannya itu. Secara rinci, kemampuan menilai
bacaan itu meliputi kemampuan-kemampuan sebagai berikut :
- Menilai kebenaran setiap gagasan pokok secara keseluruhan.
- Menentukan dan membedakan fakta dan opini disertai alasan.
- Menilai dan menentukan hakikat isi tulisan (realitas atau fantasi).
- Menentukan maksud atau tujuan terselubung penulisnya.
- Menilai relevansi pengembangan gagasan dengan tujuan penulisannya.
- Menentukan keselarasan antara data yang diungkap dengan simpulan yang dibuat.
- Menilai keakuratan penggunaan bahasa dalam berbagi tataran.
C. SYARAT DAN MANFAAT MEMBACA KRITIS
Menurut Murhadi, (1988) dan Harjasujana dkk, (1988). Kegiatan membaca kritis
akan dapat dilakukan jika pembaca memenuhi beberapa persyaratan pokok sebagai
berikut :
- Memiliki pengetahuan yang memadai mengenai bidang ilmu yang disajikan dalam bacaan.
- Tidak tergesa-gesa dalam bertanya dan menilai bacaan.
- Terpikir analitis, kritis, logis, dan sistematis.
- Menerapkan berbagai metode analisis yang logis dan ilmiah.
Beberapa manfaat yang bisa dipetik dari kegiatan
membaca kritis adalah sebagai berikut :
- Pemahaman yang mendalam dan komprehensif terhadap materi bacaan.
- Kemampuan mengingat yang lebih kuat dan lama sebagai hasil dari usaha memahami berbagai hubungan antar fakta dalam bahasa bacaan, antar fakta diluar bacaan, dan hubungan dengan pengalaman personal.
- Kepercayaan diri yang mantap dalam memberikan pendapat tentang isi bacaan.
D. LANGKAH-LANGKAH MEMBACA KRITIS UNTUK
MENILAI BACAAN
Secara
sederhana, kritik terhadap teks bacaan dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut :
- Memahami isi bacaan.
- Memcari dan mencatat kelemahan-kelemahan bacaan, baik yang menyangkut isi maupun cara penyajian
- Mencari kriteria atau aturan yang benar mengenai objek yang dinilai.
- Membandingkan kelemahan dengan kriteria.
Untuk melakukan kegiatan-kegiatan membaca kritis dalam rangka menilai bacaan,
Nurhadi (1988). Memberikan beberapa tips ihwal kegiatan membaca kritis, yakni
sebagai berikut :
- Berfikirlah secara kritis.
- Lihatlah apa yang ada dibalik kata-kata itu untuk mengetahui motifasi penulis.
- Waspadalah terhadap kata-kata yang berlebihan, tidak tentu batasannya, emosional, ekstrem, atau generalisasi yang berlebihan.
- Waspadailah terhadap perbandingan yang tidak memenuhi persyaratan.
- Perhatikan pernyataan-pernyataan yang anda baca.
1. Memahami Maksud Penulis
Langkah pertama yang harus dilakukan dalam menilai bacaan melalui kegiatan
membaca kritis adalah menentukan serta memahami maksud dan tujuan penulis.
Kebanyakan tulisan memenuhi satu (atau lebih) dari keempat tujuan tulisan,
yaitu, Memberitahu (to inform), Meyakinkan (to convince), Mengajak, Mendesak,
Meyakinkan (to persuade), atau Menghibur (to entertain). Tujuan penulis itu
dapat teridentifikasi dengan jelas atau bahkan samara-samar.
2. Memahami Organisasi Dasar Tulisan
Maksud penulis dalam tulisan yang berbentuk artikel biasanya akan tampak dalam
pengorganisasian tulisannya. Organisasi tulisan pada dasarnya terbagi kedalam
tiga bagian yaitu sebagai berikut :
a. Pendahuluan
Dalam paragraf-paragraf pembukaan, biasanya penulis akan memperkenalkan
subjek/fokus/tema tulisan beserta pendekatan khusus untuk mengupas hal itu.
Pembaca yang seksama akan mencermati indikasi-indikasi dimaksud untuk
memudahkan nya membaca dengan pemahaman yang lebih tinggi serta mendalam, dan
menilai karya itu secara lebih jujur.
b. Isi
Artikel-artikel yang baik
dapat menjelaskan dimana pendahuluan berakhir, dan di mana pula isi artikel itu
bermula. Biasanya isi suatu uraian terdiri atas beberapa bagian. Bagian ini
merupakan ruang bagi penulis untuk mengutarakan gagasan-gagasannya sedetail
mungkin.
c. Kesimpulan
Pada akhir tulisan, para penulis
biasanya mulai mengalihkan perhatian dari apa yang sedang dikatakan menuju apa
yang telah dikatakannya.
3. Menilai Penyajian Penulis atau Pengarang
Selaku pembaca kritis, kita harus mampu
menilai atau mengevaluasi penyajian bahan sang penulis. Disamping memperhatikan
maksud dan cara menyampaikan tulisan, kita juga harus dapat menentukan apakah
sipenulis telah menguraikan cakupan pokok masalahnya secar memuaskan, atau
tidak.
E. MENILAI BACAAN SEHARI-HARI : KORAN DAN
MAJALAH
Pada dasarnya, santapan bacaan kita haruslah sesuatu yang bermanfaat, terutama
untuk menjaga agar kita dapat mengikuti perkembangan zaman dalam berbagai
bidang kehidupan. Para pembaca Koran dan majalah yang sudah berpengalaman dapat
mengambil keuntungan dari edisi harian itu dalam waktu yang relatif singkat.
Mereka dapat memanfaatkan pokok-pokok berita secara efisien, memilih mana yang
harus dibaca dan mana yang tidak pantas dibaca. Pembaca yang bijaksana akan
sampai pada kesimpulan-kesimpulan mereka setelah membaca secara kritis dan
ekstensif Koran-koran mereka sehari-hari secara rutin dan teratur.
Sebagai
tambahan terhadap nilai-nilai umum yang telah dijelaskan tadi, para pembaca
berpengalaman juga harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
- Penyensoran tersembunyi (hidden censorship).
- Pilihan bahasa (choice of language).
- Posisi (position).
MAKALAH TENTANG ABU BAKAR ASSIDDIQ AR
KATA
PENGANTAR
Puji syukur
kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayahNYAlah
sehingga kami dari kelompok dapat menyelesaikan tugas makalah ini tak lupa juga
salam dan salawat kepada Nabi Muhammad SAW semoga akan tetap tercurahkan kepada
sang perengguk madu-madu asmara, yang dicintai sang Maha pecinta, semoga
pancaran kesucian cintanya selalu menyelimuti kehidupan semesta ini sampai
akhir zaman
Adapun
judul makalah kami yakni “SEJARAH KHALIFA ABU BAKAR AS SIDDIQ RADIALLAHU
ANNHU”.Dalam penulisan makalah ini kami sedikit mendapat kesulitan namun
karena kekompakan dari teman-teman sehingga makalah ini dapat diselesaikan.
Muda-mudahan dapat bermanfaat dan dapat menjadi inspirasi untuk kedepannya.
Kami
sadar bahwa makalah yang kami susun jauh dari kesempurnaan bahkan masih
terdapat banyak kekurangan, untuk itu kami mengaharapkan kritik dan saran yang
sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini
Akhirnya
penyusun mengucapkan banyak terimah
kasih kepada Bapak dosen dan rekan-rekan mahasiswa yang telah membantu baik
dalam penyusunan maupun dalam penulisan makalah ini.
*****TERIMAH KASIH*****
Polewali, 31 Oktober 2011
Penyusun
BAB 1
Pendahuluan
A.
Latar Belakang Masalah
Dalam
rentang waktu penyebaran agama Islam pada masa Rasul sampai masa Khulafa’
Ar-Rasyidun menyisakan banyak sekali kesulitan-kesulitan yang dihadapi.
Perjuangan Rasul menyi’arkan agama Islam dengan cara diam-diam serta
terang-terangan pada masyarakat Arab yang mengakibatkan banyaknya cemoohan pada
diri beliau, kemudian Hijrahnya kaum muslimin dari Makkah ke Madinah, sampai
wafatnya Rasul yang kemudian dilanjutkan oleh para sahabat empat yakni Abu
Bakar, Umar, Utsman, serta Ali terlihat banyak hal yang dapat kita ambil
nilai-nilai positif darinya.
Diantaranya adalah
nilai potif dari aspek pendidikan Islam yang diajarkan oleh beliau. Begitu
luasnya nilai-nilai itu, sehingga membutuhkan penafsiran kita dari sejarah yang
ada untuk menggali nilai-nilai pendidikan itu.
Oleh karena itu,
dalam makalah ini sedikit banyak akan menggali nilai-nilai pendidikan Islam
pada masa Khulafa’ Ar-Rasyidun, khususnya pada masa Abu Bakar As Siddiq
Radiallahu annhu.
B. Rumusan
Masalah
1. Siapa Abu Bakar
ash-Siddiq itu dan bagaimana sejarah ke khalifaan Abu Bakar Ash-
Siddiq?
2.
Apa peran dan fungsi Abu Bakar ash-Siddiq?
3.
Problem apa yang di hadapi Abu Bakar ash-Siddiq?
4.
Bagaimana proses-proses kebijakan pada kepemimpinan Abu Bakar ash-Siddiq?
5.
Apa saja faktor-faktor keberhasilan di masa Abu Bakar ash-Siddiq?
6.
Apa rekonstruksi di dalam pendidikan kekinian?
BAB II
A. Dasar Ayat
Allah telah mempersaksikan persahabatan
Rasulullah dengan Abu Bakar dalam Al-Qur`an, yaitu dalam firman-Nya : “…sedang
dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia
berkata kepada sahabatnya: `Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah
beserta kita’.” (QS at-Taubah : 40)
`Aisyah, Abu Sa’id dan Ibnu Abbas dalam
menafsirkan ayat ini mengatakan : “Abu Bakar-lah yang mengiringi Nabi dalam gua
tersebut.”Allah juga berfirman : “Dan orang yang membawa kebenaran dan membenarkannya,
mereka itulah orangorang yang bertakwa.” (az-Zumar : 33)Al-Imam adz-Dzahabi
setelah membawakan ayat ini dalam kitabnya al-Kabaa`ir, beliau meriwayatkan
bahwa Ja`far Shadiq berujar :”Tidak ada perselisihan lagi bahwa orang yang
datang dengan membawa kebenaran adalah Rasulullah, sedangkan yang
membenarkannya adalah Abu Bakar. Masih adakah keistimeaan yang melebihi
keistimeaannya di tengah-tengah para Shahabat?”
“Sesungguhnya
Allah telah menjadikanku sebagai kekasih-Nya, sebagaimana Dia menjadikan
Ibrahim sebagai kekasih-Nya. Dan kalau saja aku mengambil dari umatku sebagai
kekasih, akan aku jadikan Abu Bakar sebagai kekasih.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari Abu Sa`id radhiyallahu` anhu, bahwa
Rasulullah duduk di mimbar, lalu bersabda :”Sesungguhnya ada seorang hamba yang
diberi pilihan oleh Allah, antara diberi kemewahan dunia dengan apa yang di
sisi-Nya. Maka hamba itu memilih apa yang di sisi-Nya” lalu Abu bakar menangis
dan menangis, lalu berkata :”ayah dan ibu kami sebagai tebusanmu” Abu Sa`id
berkata : “yang dimaksud hamba tersebut adalah Rasulullah, dan Abu Bakar adalah
orang yang paling tahu diantara kami” Rasulullah bersabda : “Sesungguhnya orang
yang paling banyak memberikan perlindungan kepadaku dengan harta dan
persahabatannya adalah Abu Bakar. Andaikan aku boleh mengambil seorang kekasih
(dalam riwayat lain ada tambahan : “selain rabb-ku”), niscaya aku akan
mengambil Abu Bakar sebagai kekasihku. Tetapi ini adalah persaudaraan dalam
Islam. Tidak ada di dalam masjid sebuah pintu kecuali telah ditutup, melainkan
hanya pintu Abu Bakar saja (yang masih terbuka).” (HR. Bukhari dan Muslim)
Rasulullah bersabda : “Sesungguhnya Allah
telah mengutusku kepada kalian semua. Namun kalian malah berkata `kamu adalah
pendusta’. Sedangkan Abu Bakar membenarkan (ajaranku). Dia telah membantuku
dengan jiwa dan hartanya. Apakah kalian akan meninggalkan aku (dengan
meninggalkan) shahabatku?” Rasulullah mengucapkan kalimat itu 2 kali. Sejak itu
Abu bakar tidak pernah disakiti (oleh seorangpun dari kaum muslimin). (HR.
Bukhari)
B.
Pembahasan Kisah
1.
dan
kepribadian abu bakar sebelum masuk islam
Abu Bakar Ash-Siddiq (nama lengkapnya Abu Bakar Abdullah bin Abi Quhafah bin
Ustman bin Amr bin Masud Taim bin Murrah bin ka’ab bin Lu’ay bin Ghalib bin
Fihr At-Taiman Al-Quraisy ). Dilahirkan pada tahun 573 M. Ayahnya bernama
Ustman (Abu Kuhafah) bin Amir bin Ka’ab bin Saad bin Laym bin Mun’ah bin Ka’ab
bin Lu’ay, yang mana berasal dari suku Quraisy. Sedangkan ibunya bernama
Ummu Al-Khair Salamah binti Sahr bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taym bin Murrah. Garis
keturunannya ketemu pada neneknya, yaitu Ka’ab bin Sa’ad.[i] Dimasa jahiliyyah
barnama Abdul Ka’ab, lalu ditukar oleh nabi menjadi Abdullah Kuniyyahnya Abu
Bakar. Beliau diberi kuniyah Abu Bakar (pemagi) kerena dipagi-pagi betul beliau
telah masuk Islam. Gelarnya Ash-Siddiq (yang membenarkan). Beliau di beri gelar
ash-siddiq karena amat segera membenarkan rasul dalam berbagai macam peristiwa,
terutama peristiwa Isra’ Mi’raj.
Perihal perawakan Abu bakar, menurut
riwayat putrinya,Siti Aisya (Ummul Mukminin) bahwa kulitnya putih, badannya
kurus, pipinya tipis, mukanya kurus, matanya cekung, dan keningnya menjorok ke
depan. Perihal ahlaknya, menurut Ibnu Hisyam beliau terkenal sebagai seorang
pemurah, ramah,pandai bergaul dan suka menolong.
Abu Bakar merupakan orang yang peretama masuk Islam ketika Islam mulai
didakwahkan. Baginya, tidakalah sulit untuk mempercayai ajaran yang dibawa oleh
nabi Muhammad SAW. Dikarenakan sejak kecil, ia telah mengenal keagungan nabi
Muhammad SAW. Setelah masuk Islam, ia tidak segan untuk menumbuhkan segenap
jiwa dan harta bendanya untuk Islam. Tercatat dalam sejarah, dia pernah membela
nabi tatkala nabi disakiti oleh suku Quraisy, menemani Rasul hijrah, membantu
kaum yang lemah dan memerdekakannya , seperti Bilal, setia dalam setiap
peperanngan, dan lain-lain.
Abu Bakar juga mempunyai sifat sabar, berani, tegas, dan
bijaksana. Karena kesabarannya banyak sahabat masuk Islam karena ajakannya,
seperti: Usman bin Affan, Abdurrahman bin Auf, Thalhah bin Ubaidillah, Saad bin
Abi Waqas, Zubair bin Awwam, Abu Ubaidah bin Jarrah, Abdullah bin Mas'ud, dan
Arqom bin Abil Arqom.
Pada
saat pertempuran di Ajnadain negeri syam berlangsung, khalifah Abu Bakar
menderita sakit. sebelum wafat, beliau telah berwasiat kepada para sahabatnya,
bahwa khalifah pengganti setelah dirinya adalah umar bin Khattab. hal ini
dilakukan guna menghindari perpecahan diantara kaum muslimin.
Beberapa saat setelah Abu Bakar wafat, para sahabat langsung mengadakan musyawarah untuk menentukan khakifah selanjutnya. telah disepakati dengan bulat oleh umat Islam bahwa Umar bin Khattab yang menjabat sebagai khalifah kedua setelah Abu Bakar. piagam penetapan itu ditulis sendiri oleh Abu Bakar sebelum wafat.Setelah pemerintahan 2 tahun 3 bulan 10 hari (11 – 13 / 632 – 634 M),khalifah Abu Bakar wafat pada tanggal 21 jumadil Akhir tahun 13 H / 22 Agustus 634 Masehi.
Beberapa saat setelah Abu Bakar wafat, para sahabat langsung mengadakan musyawarah untuk menentukan khakifah selanjutnya. telah disepakati dengan bulat oleh umat Islam bahwa Umar bin Khattab yang menjabat sebagai khalifah kedua setelah Abu Bakar. piagam penetapan itu ditulis sendiri oleh Abu Bakar sebelum wafat.Setelah pemerintahan 2 tahun 3 bulan 10 hari (11 – 13 / 632 – 634 M),khalifah Abu Bakar wafat pada tanggal 21 jumadil Akhir tahun 13 H / 22 Agustus 634 Masehi.
2. Peran Dan Fungsi Abu Bakar Sebagai Khalifah (proses peralihan
kepemimpingan)
Berita wafatnya rasulullah menggemparkan
umat islam. Sebagian mereka tidak mempercayai berita itu, kere dalam shalat
subuh sebelum itu, bekiau hadir di masjid. Berita itu dianggap desas-desus
untuk mengacaukan kaum muslimin. Umar bin Khattab sendiri termasuk orang yang
tidak mempercayainya.Sesudah mendengar berita itu, Abu Bakar langsung masuk
kerumah rasulullah dan menyaksikan rasulullah telah terbujur ditunggui oleh
Aisyah, Ali bin Abi Thalib serta beberapa orang kerabat dekat beliau, ucapan
Abu Bakar ketika melihat jenazah rasulullah, "Alangkah baiknya anda hidup
dan alangkah baiknya pula ketika anda wafat", Abu Bakar dibai'at sebagai
khalifah pertama pada tahun 11 H atau 632 M.Sepak terjang pola pemerintahan Abu
Bakar dapat dipahami dari pidato Abu Bakar ketika dia diangkat menjadi
Khalifah. Isi pidatonya sebagai berikut:
“Wahai manusia, sungguh aku telah memangku jabatan yang kamu percayakan,
padahal aku bukan orang yang terbaik diantara kamu. Apabila aku melaksanakan
tugasku dengan baik, bantulah aku, dan jika aku berbuat salah, luruskan aku. Kebenaran
adalah suatu kepercayaan, dan kedustaan adalah suatu penghianatan. Orang yang
lemah diantara kamu adalah orang yang kuat bagiku sampai aku memenuhi
hak-haknya, dan orang kuat diantara kamu adalah lemah bagiku hingga aku
mengambil haknya, Insya Allah. Jagnganlah salah seorang dari kamu meninggalkan
jihad. Sesungguhnya kaum yang tidak memenuhi panggilan jihad maka Allah akan
menimpakan atas mereka suatu kehinaan. Patuhlah kepadaku selama aku taat kepada
Allah dan Rasul-Nya. Jika aku tidak mentaati Allah dan Rasulnya, sekali-kali
janganlah kamu mentaatiku. Dirikanlah shalat, semoga Allah merahmati kamu.”
Pidatonya
diatas, menunjukkan garis besar politik kebijaksanaan Abu Bakar dalam
pemerintahan. Didalamya terdapat prinsip kebebasan berpendapat, tuntutan
ketaatan rakyat, mewujudkan keadilan, dan mendorong masyarakat berjihad, serta
shalat sebagai intisari takwa.
3. Problem Yang di Hadapi Abu Bakar Ash-Siddiq
Sebagaimana kita
ketahui bersama, bahwa Islam mulai tersiar sesudah kesepakatan al-Hudaibiyah.
Jadi enam tahun setelah peristiwa hijrahnya Nabi, yakni setelah Hawazin dan
Tsaqif dapat dikalahkan, mulailah delegasi berdatangan mengahadap Rasulullah
untuk menyatakan keIslaman mereka. Peristiwa ini terjadi pada tahun kesembilan
Hijriyah.
Fakta diatas dapat memberikan
kesimpulan bahwa pada saat nabi wafat, agama Islam belum masuk mendalam pada
penduduk Arab. Diantara mereka ada yang menyatakan masuk Islam tetapi belum
mempelajari ajaran Islam.Adapula yang hanya untuk menghindari peperangan dengan
kaum muslimin, ada pula karena ingin mendaptkan barang rampasan atau kedudukan.
Sehingga setelah nabi wafat bagi orang-orang yang demikian dan yang lemah
imannya,menjadi kesempatan untuk menyatakan terus terang apa yang tersembunyi
dalam hati mereka, lalu murtadlah mereka.
Demikian juga pada
sisi sukuisme orang Arab yang bergitu kental. Islam datang dicanagkan supaya
orang hidup dalam satu keluarga besar , yakni keluarga Islam. Banyak orang Arab
malihat bahwa agama Islam telah menjadikan suku Quraisy diatas suku-suku yang
lain. Hal tersebut terindikasi dari bahwa suku Quraisy tetap mempertahankan
kekuasaan itu, bertambah kuatlah gerakan untuk melepaskan diri dari Islam dan
tampillah diantara suku-suku bangsa Arab orang yang mengaku dirinya Nabi.
Diantara orang-orang yang mengaku dirinya Nabi ialah: Musailimatul Kazzab dari
Bani Hanifah, Al-Aswad al-Ansi’, Thulaihah ibnu Khuwailid dari Bani Asad.
Adapula golongan yang
salah menafsirkan sejumlah ayat Al-Quran atau salah memahaminya. Diantaranya
salah memahami QS. At-Taubah 103 :
“Ambillah sedekah
daripada harta mereka, buat pembersihkannyapenghapuskan kesalahannya.”
(At-Taubah 103)
QS al-Mi’raj 24-25:
“Dan orang-orang
yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, Bagi orang (miskin) yang meminta
dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta). (QS.
Al-Mi’raj 24-25)
Meraka mengira bahwa
hanya Nabi Muhammad sajalah yang berhak memungut zakat, karena beliaulah yang
disuruh mengambil zakat pada ayat tersebut.
Maka pada situsai
yang demikian Abu Bakar dan sahabat bermusyawarah dengan para sahabat dan kaum
muslimin untuk menentukan tindakan apa yang harus diambil untuk mengatasi
kesulitan-kesulitan ini.
Diantara kaum
muslimin ada yang berpendapat bahwa tidak akan memerangi bangsa arab
seluruhnya, dan ada pula yang berpendapat bahwa tidak ada suatu alasan untuk
memerangi orang yang tidak mau membayar zakat selama mereka masih tetap dalam
keimanannya (masih percaya kepada Allah, Rasul dan lain-lain).
Dalam keadaan yang
sulit inilah dituntut kebesaran jiwa dan ketabahan hati Abu Bakar serta
ketegasannya sebagai pemimpin. Dengan tegas dinyatakannya bahwa beliau akan
memerangi semua golongan yang menyeleweng dari kebenaran, biar yang murtad,
yang mengaku menjadi nabi ataupun yang tidak mau membayar zakat, sampai
semuanya kembali pada kebenaran atau beliau gugur sebagai syahid dalam
memperjuangkan agama Allah. Yang pada akhirnya Abu Bakar menyerukan kepada kaum
muslim untuk kembali kepada Ajaran Islam yang benar, bagi orang-orang yang
tetap berpegang teguh dengan kesesatannya diperangi.
Setelah semuanya
selesai, tanah Arab pun bersatu kembali dan bertambah kuatlah berpegangan
kepada ajaran Allah.
Pada saat bergolaknya
masyarakat arab, harapan bangsa Persia dan Romawi untuk menghancurkan agama
Islam hidup kembali. Bangsa Romawi dan Persia menyokong pergolakan ini, serta
melindungi orang-orang yang mengadakan pemberontakan itu.[vii] Oleh karena itu,
setelah tanah arab kembali – bersiplah kaum muslimin berangkat keutara guna
menghadapi dua musuh besar yang sedang menunggu waktu yang baik untuk
menghancurkan Islam.
4. Langkah-langkah
kebijakan Abu Bakar
Sebelum rasulullah wafat, beliau telah
menyiapkan sepasukan tentara di bawah pimpinan Usamah bin Zaid. tetapi sebelum
tentara Usamah jadi berangkat beliau telah wafat. sebagian sahabat ada yang
mengusulkan kepada Abu Bakar agar beliau membatalkan pasukan tentara usamah
yang diperintahkan rasulullah itu dan dikirim saja untuk memerangi orang-orang
yang murtad.Oleh karena itu beliau menjawab "Demi Allah" saya tidak
akan menurunakan bendera yang telah dipasang oleh rasulullah. disamping itu
sebagian sahabat ada yang mengusulkan agar melepas usamah dari jabatannya itu kepada
orang lain yang lebih tua dari padanya. Abu Bakar sangat marah mendengar berita
itu lalu berkata "saya tidak akan menurunkan diakarena rasulullah SAW
sudah mengangkat dia sebagai tentara.Maka berangkatlah tentara itu menyerang
benteng musuh serta membawa harta rampasan dan kembali ke Madinah dengan
kemenangan.Di antara pesan-pesan Abu Bakar kepada para prajurit yang berperang
dan benar-benar bijaksana itu: "jangan kamu khianat, janganlah kamu
durhaka, janganlah kamu aniaya, janganlah membunuh anak-anak kecil dan orang
tua. jangan ,erusak pohon yang berbuah, membunuh binatang kambing,unta,dan
lembu kecuali dimakan dagingnya. "Setelah rasulullah wafat, muncullah
kesulitan-kesulitan yang dihadapi umat islam dibawah pimpinan Abu Bakar,
diantaranya yang terpenting adalah menghadapi orang-orang yang mengaku nabi,
menghadapi orang-orang murtad, dan orang-orang yang membangkang tidak mau
membayar pajak.
a. Menumpas nabi palsu
Ada empat orang yang menamakan dirinya
sebagai nabi. padahal islam mengajarkan bahwa Nabi muhammad SAW adalah nabi
akhiruzzaman. keempat yang mengaku nabi itu adalah nabi palasu. yaitu
Musailamah Al kazab dari bani hanifah di yamamah, Sajah tamimiyah dari bani
tamim, Al aswad Al Anshi dari yaman dan tulaihah bin khuwailid dari bania saddi
Nejed.Adanya nabi-nabi palsu itu pasti membahayakan kehidupan agama dan negara
islam. khalifah Abu Bakar menugaskan pasukan islam untuk menumpas mereka dan
pengikut-pengikutnya, penumpasan itu 'berhasil dengan gemilang dibawah pimpinan
panglima Khalid bin Walid. Musailamah dibunuh oleh Washy, Al Aswad dibunuh oleh
istrinya sendiri, Tulaihah dan Sajad lari dan menyembunyikan diri.
b.
Memberantas
kaum murtad
Berita wafatnya rasulullah SAW, berakibat
menggoyahkan iman bagi orang-orang islam yang masih tipis imannya, banyak orang
menyatakan dirinya keluar dari Islam (murtad). tidak mau shalat dan tidak lagi
membayar zakat. bahkan ada sementara daerah-daerah memisahkan dari dengan
pemerintahan pusat di madinah, sedangkan daerah-daerah yang masih setia adalah
Madinah, Mekah dan thaif.Abu Bakar berunding dengan para sahabat yang lain
dalam menghadapi para kaum murtad itu. mereka sepakat menyeru agar bertaubat,
jika tidak mau sadar, mereka akan dihadapi dengan menggunakan kekerasan. Tetapi
usaha lemah lembut dari pemerintahan Islam di Madinah itu mereka abaikan, kaum
murtad didukung oleh kekuatan besar kurang lebih 40.000 orang. muslimin
menghadapi mereka dengan pasukan yang besar pula, Abu Bakar mengirim ekspedisi
dibawah pimpinan Ikhrimah bin Abu Jahal, Syurahbil bin Hasnah, Amru bin Ash,
dan khalid bin Walid. Tindakan tegas kaum muslimiin itu dapat melumpuhkan
kekuatan kaum murtad,! sehingga mereka kembali mentaati perintah syariat
Islam.Abu Bakar berhasil dalam usaha ini, sehingga wilayah Islam utuh kembali.
c.
Menghadapi
kaum yang ingkar zakat
Banyak diantara kaum muslimin yang
pemahaman mereka, terhadap hukum Islam belum mendalam dan imannya masih tipis,
mereka beanggapan bahwa kewajiban berzakat hanya semata-mata untuk nabi. karena
nabi telah wafat, maka bebaslah mereka dari kewajiban untuk berzakat.padahal
zakat adalah salah satu rukun Islam yang harus ditegakkan.Abu Bakar
bermusyawarah dengan para sahabat menghadapi kaum ingkar zakat itu. meskipun
keputusan musyawarah itu tidak bulat, Abu Bakar tetap teguh pada pendiriannya
bahwa kewajiban zakat harus dilaksanakan. mereka yang membangkang harus
diperangi. Sebelum pasukan muslimin dikerahkan, Abu Bakar terlebih dahulu
mengirimkan surat kepada pembangkang agar kembali ke Islam. namun sebagian
besar mereka tetap bersikeras, karena itu pasukan muslimin pun dikerahkan dan
dalam waktu yang relatif singkat pasukan Abu Bakar telah berhasil dengan
gemilang.Dengan berhasilnya kaum muslimin ini, keadaan negara Arab kembali
tenang, dan suasana umat Islam pun kembali damai.seluruh kabilah taat kembali
membayar zakat sebagaimana pada masa rasulullah SAW.
d.
Mengumpulkan
ayat-ayat Al-Qu'an
Akibat peperangan yang sering dialami oleh
kaum muslimin, banyak penghafal Al-Qur'an (huffadz) yang gugur sebagai syuhada
dalam pertempuran. Jumlahnya tidak kurang dari 70 orang sahabat.Hal ini
menimbulkan kekhawatiran dikalangan umat Islam serta kecemasan dihati Umar bin
Khattab akan kehilangan ayat suci Al-Qur'an itu. Maka dinasehatkan kepada Abu
Bakar agar ayat-ayt Qur'an dikumpulkan.Atas saran-saran dari Umar bin Khattab
pada awal 13 H Abu Bakar memerintahkan Zaid bin Tsabit untuk mengumpulkan
ayat-ayat Qur'an menjadi Mushaf. Mengingat dahulu berserakan dalam dada
penghafal, bahkan ada yang di tulis di atas batu,padakain,tulang dan
sebagainya.
5. Faktor-Faktor Keberhasilan Abu Bakar Ash-Siddiq
Fakta
histories menunjukkan bahwa pemerintahan Abu Bakar banyak menuai keberhasilan,
baik keberhasilan internal maupun eksternal. pada sisi internal ia telah
berhasil meyelesaikan konflik antar umat Islam. Pada sisi lain ia berhasil
memperluas wilayah Islam sebagai wujud penyebarluasan ajaran Islam.keberhasilan
diantaranya dilatarbelakangi oleh faktor pembangunan pranata dibidang politik
dan pertahanan keamanan. Keberhasilan tersebut tidak lepas dari sikap keterbukaannya,
yaitu memberikan hak dan kesempatan yang sama kepada tokoh-tokoh sahabat untuk
ikut berbicarakan berbagai masalah sebelum ia mengambil keputusan melalui forum
musyawarah sebagai lembaga legislative. Hal ini mendorong para tokok sahabat,
khususnya dan umat Islam umumnya, berpartisipasi aktif untuk melaksanakan
berbagai keputusan yang dibuat.
6. Rekonstruksi Pendidikan di Masa Khulafaur Rasyidin (Abu Bakar
ash-Siddiq) dengan Pendidikan Kekinian
Dari sekian pemaparan
yang ada diatas, setidaknya ada dua prinsip nilai-nilai pendidikan islam;
1. kebebasan
berpendapat yang terwujud dalam musyawarah,
2.
Tuntutan ketaatan rakyat, mewujudkan keadilan, serta shalat sebagai intisari
takwa yang terwujud dalam pribadi beliau dengan sikap disiplin dan tegas.
Dengan melihat
kondisi pendidikan kita hari ini, khususnya pendidikan islam di Indonesia yang
semakin lama semakin jauh dari nilai-nilai keislaman, kiranya perlu untuk
mengambil dan menjalankan nilai-nilai yang ada pada masa Abu Bakar.Pada
konterks tertentu tidak lagi terjadi kesewenang-wenangan dari pemerintah atau
pelaksana pendidikan kepada masyarakat kecil, sehingga terwujudnya pranata
pendidikan yang dapat dinikmati oleh semua pihak. Sehingga orientasi pendidikan
bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia berupa keuntungan materi
semata (komersialisasi pendidikan). Akan tetapi perlu diiringi dengan nilai
spiritual yang pada masa Abu Bakar adanya tuntutan ketaatan rakyat, mewujudkan
keadilan, serta shalat sebagai intisari takwa.
Sistem pembelajaran
yang ada di lembaga-lembaga pendidikan masih jauh dari harapan nilai-nilai
keislaman, pada konteks kedisiplinan, uswatun hasanah dari pendidik, serta
ketidak istiqomahan pola pendidikan kita.Jadi bukanlah hanya menyampaikan
materi pelajaran pada keonteks formal saja (dalam kelas), tanpa ikuti degan
sikap berupa tindakan keseharian pendidik kepada anak didik dalam kondisi
apapun.
C.
Hikmah
Ketika
Sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a., merasa ajalnya hampir tiba, beliau
memanggil putri tercintanya Ummul Mukminin Siti Aisyah r.a., dan berkata kepada
putri tercintanya itu dengan ucapan “wahai Aisyah, aku telah diserahi urusan
kaum mukminin dan tidak ada tersisa sedikit pun dari harta kaum muslimin di
tanganku, kami telah makan makanan yang sederhana dan yang keras-keras pada
perut kami, dan kami memakai pakaian yang sederhana dan kasar pada punggung
kami. Yang tersisa dari harta kaum muslimin adalah unta untuk mengairi ladang,
dan seorang pelayan (pembantu) rumah tangga, dan sehelai permadani yang usang.
Kalau aku wafat, kirimkan semua itu kepada Umar karena aku tidak ingin
menghadap Allah SwT padahal masih ada sedikit harta kaum muslimin d tanganku.
Subhanallah,
itulah Sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq. Salah seorang sahabat Rasulullah yang
menjadi khalifah setelah wafatnya Rasulullah Saw. Betapa indah dan agungnya
akhlak beliau. Sebelum wafat, beliau periksa terlebih dahulu apakah masih ada
yang tersisa harta umat yang diamanahi kepadanya. Ketika masih tersisa beliau
perintahkan putri tercintanya Ummul Mukminin Siti Aisyah r.a., jika beliau
wafat untuk diserahkan kepada Sayyidina Umar bin Khattab agar dapat
dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya demi kepentingan umat. Hal itu dilakukan,
karena beliau sangat khawatir jika wafat dan menghadap kepada Allah SwT,
ternyata di tangannya masih ada harta umat yang belum diserahkan kembali kepada
umat.
Itulah
mengapa Islam sangat berjaya pada masa itu, pemimpinnya tidak punya niatan
sedikit pun yang terbersit dalam hati mereka untuk memanfaatkan jabatan yang
diamanahi dalam rangka memperkaya diri sendiri, tidak ada usaha sedikit pun
untuk bertindak korupsi, yang salah dikatakan salah dan yang benar dikatakan benar.
Tidak berlaku dzholim terhadap rakyat yang dipimpinnya. Justru rakyat sangat
diperhatikan dengan penuh kasih sayang. Kebutuhan rakyat lebih didahulukan
dibandingkan dengan kebutuhan pribadi.Sangat kontras dengan apa yang terjadi
saat ini. Semua berlomba-lomba untuk menjadi pemimpin. Mengumbar janji akan
memperhatikan nasib rakyatnya. namun itu semua hanyalah slogan semata. Janji
tinggallah janji, setelah memimpin semuanya terkena amnesia, lupa dengan janji
yang diutarakan dengan penuh semangat. Istilahnya, boro-boro mau menyerahkan
harta milik rakyat yang dipegangnya, kalau bisa sebanyak-banyaknya dikumpulkan
untuk dinikmati setelah lengser dari jabatannya. Tidak lagi memikirkan haram
atau halal, yang penting terabas dan dapat apa yang diinginkan. Maka korupsi,
kolusi dan manipulasi tumbuh subur dan sangat susah untuk diberantas karena
semuanya berpikir seperti itu. Rakyat dan segala macam kebutuhannya mungkin
berada diurutan yang buncit dalam skala prioritas mereka. Rakyat hanya
dijadikan komoditas politik saja. Berbeda dengan Sayyidina Abu Bakar
Ash-Shiddiq dan sahabat-sahabat Rasulullah Saw yang dengan tulus ikhlas
memimpin, segala pengorbanan diupayakan untuk kepentingan dan kebutuhan rakyat,
tidak boleh ada yang terdzholimi.
Namun,
tentunya kita tidak boleh berhenti untuk terus berharap kepada Allah SwT, agar
Allah SwT berkenan mengirimkan kepada kita seorang pemimpin yang adil seperti
para sahabat Rasulullah Saw, yang penuh dengan kasih sayang memperhatikan nasib
rakyatnya. Sampai-sampai mereka khawatir ada harta umat atau rakyat yang masih
mereka pegang tatkala ajal menjemput. Mereka khawatir Allah murka, mereka malu
menghadap Allah SwT dengan harta rakyat berada di tangan mereka. Wallaahu
a’lam.
BAB III
Penutup
A. Kesimpulan
Pada masa Abu Bakar menunjukkan garis besar
politik kebijaksanaan Abu Bakar dalam pemerintahan. Didalamya terdapat prinsip
kebebasan berpendapat, tuntutan ketaatan rakyat, mewujudkan keadilan, dan
mendorong masyarakat berjihad, serta shalat sebagai intisari takwa.
Fakta histories menunjukkan bahwa
pemerintahan Abu Bakar banyak menuai keberhasilan, baik keberhasilan internal
maupun eksternal. pada
sisi internal ia telah berhasil meyelesaikan konflik antar umat Islam. Pada
sisi lain ia berhasil memperluas wilayah Islam sebagai wujud penyebarluasan
ajaran Islam.
keberhasilan diantaranya dilatarbelakangi
oleh faktor pembangunan pranata dibidang politik dan pertahanan keamanan.
Keberhasilan tersebut tidak lepas dari sikap keterbukaannya, yaitu memberikan
hak dan kesempatan yang sama kepada tokoh-tokoh sahabat untuk ikut berbicarakan
berbagai masalah sebelum ia mengambil keputusan melalui forum musyawarah
sebagai lembaga legislative. Hal ini mendorong para tokok sahabat, khususnya
dan umat Islam umumnya, berpartisipasi aktif untuk melaksanakan berbagai
keputusan yang dibuat.
Ada dua prinsip nilai-nilai pendidikan
islam; 1. kebebasan berpendapat yang terwujud dalam musyawarah, 2. Tuntutan
ketaatan rakyat, mewujudkan keadilan, serta shalat sebagai intisari takwa yang
terwujud dalam pribadi beliau dengan sikap disiplin dan tegas.
B.
Saran
Sungguh kehidupan saiyidina Abu Bakar
Al-Siddiq a r adalah penuh dengan ibarat, penuh dengan nasihat, penuh dengan
ajaran serta kenang-kenangan yang indah mulia. Selama dua tahun pemerintahannya
itu baginda telah berjaya menyusun tiang-tiang pokok dan kekuatan Islam
Namun,
tentunya kita tidak boleh berhenti untuk terus berharap kepada Allah SwT, agar
Allah SwT berkenan mengirimkan kepada kita seorang pemimpin yang adil seperti
para sahabat Rasulullah Saw, yang penuh dengan kasih sayang memperhatikan nasib
rakyatnya. Sampai-sampai mereka khawatir ada harta umat atau rakyat yang masih
mereka pegang tatkala ajal menjemput. Mereka khawatir Allah murka, mereka malu
menghadap Allah SwT dengan harta rakyat berada di tangan mereka. Wallaahu
a’lam.
Langganan:
Postingan (Atom)